Cursor

Rabu, 03 Juni 2015

Pembinaan dan Pengawasan



BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan yang dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila seorang bidan melakukan suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan hukuman yang telah ditetapkan oleh pemenkes.
Dalam melakukan tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan standar bidan juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan hukum profesi dalam setiap tindakannya.

B.       TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas etikolegal dalam kebidanan serta  menambah wawasan mengenai permenkes tentang praktek bidan.

C.      MANFAAT
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi mengenai peraturan mentri kesehatan tentang praktek bidan.




BAB II
ISI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.        Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2.        Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
3.        Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
4.        Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5.        Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
6.        Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
7.        Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8.        Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).















BAB II
PERIZINAN

Pasal 2

1.        Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
2.        Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.

Pasal 3

1.        Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
2.        Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
3.        SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.

Pasal 4

1.        Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a)         fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi
b)        surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik
c)         surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik
d)        pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar
e)         rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk dan,
f)         rekomendasi dari organisasi profesi.

2.        Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.        Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
4.        Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam Formulir I terlampir.
5.        Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.
6.        Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.

Pasal 5

1.        SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
2.        Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
3.        Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.


Pasal 6

Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 7

1.        SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
2.        Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a)         fotokopi SIKB/SIPB yang lama
b)        fotokopi STR
c)         surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik
d)        pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar
e)         rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf  dan
f)         rekomendasi dari organisasi profesi.

Pasal 8

SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1)        tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
2)        masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
3)        dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.




















BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1)        pelayanan kesehatan ibu
2)        pelayanan kesehatan anak dan
3)        pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 10

1.        Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2.        Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a)         pelayanan konseling pada masa pra hamil
b)        pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c)         pelayanan persalinan normal
d)        pelayanan ibu nifas normal
e)         pelayanan ibu menyusui dan
f)         pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

3.        Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a)         Episiotomi
b)        penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c)         penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d)        pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e)         pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
f)         fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif
g)        pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
h)        penyuluhan dan konseling
i)          bimbingan pada kelompok ibu hamil
j)          pemberian surat keterangan kematian dan
k)        pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 11

1.        Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
2.        Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a)         melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat
b)        penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
c)         penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d)        pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
e)         pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
f)         pemberian konseling dan penyuluhan
g)        pemberian surat keterangan kelahiran dan
h)        pemberian surat keterangan kematian.

Pasal 12

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

Pasal 13

1.        Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a)         pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
b)        asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter
c)         penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
d)        melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
e)         pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
f)         melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
g)        melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
h)        pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
i)          pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

2.        Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.

Pasal 14

1.        Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2.        Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
3.        Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.





Pasal 15

1.        Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
2.        Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.

Pasal 16

1.        Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
2.        Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3.        Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.

Pasal 17

1.        Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a)         memiliki tempat praktik
b)        ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan
c)         serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat
d)        menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan dan memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.        Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 18

1.        Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
a)         menghormati hak pasien
b)        memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan
c)         merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu
d)        meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
e)         menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan
f)         melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis mematuhi standar; dan
g)        melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.

2.        Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
3.        Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.


Pasal 19

Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
1)        memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar
2)        memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya
3)        melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
4)        menerima imbalan jasa profesi.















BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20 mengenai pencatatan dan pelaporan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :

Pasal 20

1.        Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2.        Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kePuskesmas wilayah tempat praktik.
3.        Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO.900/MENKES/2002  tentang Registrasi dan Praktik Bidan pada bab VI pasal 27 mengenai pencatatan dan pelaporan, yang mana bunyi pasal tersebul ialah :



Pasal 27

1.        Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencacatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2.        Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke puskesmas dan tembusan keepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat
3.        Pencatatan dan peaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.















BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan pada Bab V pasal 20 sampai pasal 24 mengenaipembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :

Pasal 20

1.        Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2.        Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

Pasal 21

1.        Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikut sertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2.        Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) diarahkan untuk meningkatkan  mutu pelayanan,  keselamatan pasien  dan melindungi masyarakat terhadap  segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
3.        Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan  penyelenggaraan praktik bidan.
4.        Dalam pelaksanaa ntugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik  mandiri dan bidan di desa serta  menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.

Pasal 22

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti  bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

Pasal  23

1.        Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan tindakan administrative kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturanini.
2.        Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a)         Teguran lisan;
b)        Teguran tertulis;
c)         pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun ; atau
d)        pencabutan SIKB / SIPB selamanya.

Pasal  24

1.        Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin / STR kepada kepala dinas kesehatan privinsi / majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI) terhadapbidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dan (2).
2.        Pemerintah daerah  kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan,  teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.

Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab VIII pasal 31 sampai pasal 41 mengenai pembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :

Pasal 31

1.        Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkanoleh organisasi profesi.
2.        Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angkakegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
3.        Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
4.        Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.

Pasal 32

Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang berhenti melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

Pasal 33

1.        Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukanpraktik diwilayahnya.
2.        Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodik sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam 1(satu) tahun.

Pasal 34

Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 35

1.        Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a)         Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin praktik.
b)        Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standarprofesi.

2.        Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat ataumenjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.

Pasal 36

1.        Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatanlisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadapKeputusan ini.
2.        Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diberikanpaling banyak 3(tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan,Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB Bidan yangbersangkutan.

Pasal 37

Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, KepalaDinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengarpertimbangan dari Majelis DisiplinTenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 38

1.        Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
2.        Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB.
3.        Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
4.        Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
5.        Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48 Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 39

Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
Pasal 40

Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan peraturan  perundangundangan yang berlaku.
Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan Keputusan ini.

Pasal 41

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya.
Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.








BAB VI
KETENTUAN PIDANA PRAKTIK BIDAN

Pasal 42

Bidan yang dengan sengaja :
melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ayat (2); dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
           
Pasal 43

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 44

1.        Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalamKeputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, tegurantertulis sampai dengan pencabutan izin.
2.        Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab IX pasal 42 sampai pasal 44 mengenai ketentuan pidana, yang mana bunyi pasal tersebul ialah :

Pasal 42

Bidan yang dengan sengaja :
melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau; melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ayat (2); dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 43

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 44

1.        Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalamKeputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, tegurantertulis sampai dengan pencabutan izin.
2.        Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku












BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25

1.        Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
2.        Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 26

Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.



Pasal 27

Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.

Pasal 28

Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.











BAB III
PENUTUP


A.      KESIMPULAN
Keputusan mentri kesehatan mengenai registrasi dan praktek bidan dapat di golongkan atas beberapa bab, diantaranya tentang praktik bidan ,pencatatan dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan tentang surat penugasan dan ijin praktek semuanya telah tercantum dalam Permenkes RI  No.1464/ Menkes/X/2010 dan Permenkes RI No.900/Menkes/SK/VII/2002
.

B.       SARAN
Semoga dengan adanya keputusan  Menteri kesehatan Republik Indonesia  mengenai registrasi dan praktek bidan ini menjadi pedoman terhadap para bidan dan calon bidan dalam menjalankan praktik dan tindakan yang akan di lakukan.






DAFTAR PUSTAKA

Puji Wahyuningsih, Heni.2008.Etika Profesi Kebidanan.Fitramaya.Jakarta
http://hanyhandri.blogspot.com/2011/11/pencatatan-dan-pelaporan-kebidanan.html
Permenkes 1464/MENKES/PER/X/2010
http://lawati07.blogspot.com/2014/05/makalah-etikolegal.html
Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, KonsepKebidanan. Yogyakarta, 2008. Fitramaya.Jakarta.
Depkes RI PusatpendidikanTenagaKesehatan.Konsep kebidanan,Jakarta.1995.
Puji Wahyuningsih, Heni.2008.Etika Profesi Kebidanan.Fitramaya.Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar