BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dewasa
ini negara-negara di dunia semakin mengembangkan ilmu pengetahuannya.
Teknologi-teknologi baru semakin banyak diciptakan untuk menjawab masalah yang
terjadi seiiring dengan perkembangan zaman tersebut. Para pemikir seakan tidak
pernah bisa berhenti berfikir untuk
mengatasi masalah yang seakan timbul dan sangat sulit di temukan penyelesaian yang tepat dari masalah
tersebut.
Demikian
juga yang terjadi pada bidang kesehatan. Masalah yang terjadi seakan tidak pernah usai. Sehingga membuat pemikir pada
bidang itu seakan tidak pernah berhenti untuk menciptakan teknologi-teknologi
baru untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Perkembangan
yang terjadi ini tidak hanya meninggalkan suatu aspek yang positif di
masyarakat namun juga meninggalkan rasa pertentangan yang menjadi pro-kontra di
dalam masyarakat itu sendiri.
Program
yang dilihat dari sisi lain sangat bermanfaat ternyata tidak seirama dengan
nilai-nilai etika dan nilai moral yang berlaku di masyarakat. Program atau
kebijakan Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang
digunakan untuk mengendalikan angka kelahiran yang semakin meningkat sehingga
menimbulkan masalah kepadatan penduduk. Namun program pemerintah yang di
jalankan secara nasional ini tidak selamanya sejalan dengan nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat terutama jika dilihat dari sudut pandang etika dan
moral.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah
definisi dari Keluarga Berencana (KB) ?
2. Bagaimanakah
program KB dalam sudut pandang etika dan moral ?
3. Bagaimanakah
penerapan etika dalam pelayanan KB ?
4. Bagaimanakah
contoh kasus etika dan moral dalam pelayanan KB ?
C.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui definisi dari Keluarga Berencana (KB).
2. Untuk
mengetahui program KB dalam sudut pandang etika dan moral.
3. Untuk
mengetahui penerapan etika dalam pelayanan KB.
4. Untuk
mengetahui contoh kasus etika dalam pelayanan KB.
BAB II
ISI
Pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan penyebaran penduduk yang kurang seimbang merupakan
masalah pokok kependudukan yang dihadapi dalam pembangunan Indonesia.
Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi telah mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan pokok diberbagai bidang
seperti pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Meningkatnya kebutuhan
pokok sebagai akibat pertumbuhan penduduk mempersulit usaha mempercepat
peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pertumbuhan
penduduk yang tinggi sebagai akibat dari tetap tingginya tingkat kelahiran dan
semakin menurunnya tingkat kematian juga telah menyebabkan kurang seimbangnya
struktur umur penduduk. Penduduk Indonesia tergolong kedalam yang berumur muda.
Penduduk yang secara ekonomis aktif secara relatif lebih kecil dan harus
menanggung beban lebih berat untuk
melayani kebutuhan pokok penduduk yang secara ekonomis tidak aktif. Di samping
itu, jumlah penduduk yang memasuki angkatan kerja setiap tahun berupa angkatan
kerja baru cenderung tinggi. Dengan demikian beban penyediaan la¬pangan
kerja juga bertambah besar.
Tingginya
tingkat pertumbuhan penduduk juga mempertajam masalah-masalah yang diakibatkan
oleh adanya ketidakseimbangan dalam penyebaran penduduk di antara berbagai pulau dan di antara kota dan desa. Dengan
demikian pemecahan masalah-masalah kependudukan semakin bertambah berat.
Dalam
rangka mengatasi masalah-masalah kependudukan tersebut maka telah dilaksanakan
kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh. Arah kebijaksanaan yang ditempuh
salah satunya adalah untuk menurunkan tingkat kelahiran sehingga terdapat
imbangan yang lebih wajar di antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
produksi barang dan jasa.
Keluarga
berencana merupakan bagian utama dari kebijaksanaan kependudukan secara
menyeluruh. Program Keluarga Berencana terutama ditujukan untuk menurunkan
tingkat kelahiran dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga. Melalui
program ini direncanakan untuk mencapai sekurang-kurangnya 8 juta peserta
keluarga berencana baru di Jawa dan Bali dan sejuta peserta baru diluar Jawa
dan Bali. Selain itu direncanakan pula
berbagai kegiatan untuk membina kelangsungan peserta keluarga berencana
yang ada. Sejalan dengan itu diusahakan kegiatan-kegiatan untuk melembagakan
pelaksanaan norma keluarga kecil dalam masyarakat.
Progam
keluarga berencana merupakan buah dari terciptanya program Repelita II yang
memiliki tujuan-tujuan pokok sebagai berikut:
1.
Tersedianya sarana dan tenaga pelayanan
kesehatan yang sejauh mungkin memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.
Pengurangan jumlah penderita penyakit
dan menekan timbulnya wabah sampai serendah mungkin.
3.
Peningkatan perbaikan gizi.
4.
Tersedianya sarana sanitasi dan
perkembangan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.
5.
Pengembangan keluarga sejahtera.
Dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa agar supaya pembangunan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat,
diperlukan pengaturan pertumbuhan jumlah
penduduk melalui Program Keluarga Berencana, yang harus dilaksanakan dengan
berhasil karena kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan mengakibatkan
hasil usaha pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi
yang akan datang. Program Keluarga Berencana dilaksanakan dengan cara-cara
sukarela, dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Pelaksanaan
program Keluarga Berencana terutama di Jawa dan Bali terus ditingkatkan,
khususnya agar dapat mencapai masyarakat pedesaan seluas-luasnya. Di samping
itu kesempatan untuk melaksanakan keluarga berencana di daerah-daerah lain
perlu dikembangkan sehingga membantu peningkatan kesejahteraan keluarga di
daerah-daerah tersebut melalui tersedianya fasilitas-fasilitas keluarga
berencana.
Sasaran
keluarga berencana diusahakan meliputi seluruh lapisan masyarakat atas dasar
sukarela. Oleh karena keputusan untuk me¬laksanakan keluarga berencana pada
akhirnya adalah suatu proses perubahan sikap hidup masyarakat. Maka dalam
Repelita II kegiatan pendidikan dan latihan keluarga berencana tidak hanya
terbatas pada pendidikan dan latihan para tenaga pelaksana teknis Program
Keluarga Berencana, melainkan makin dikembangkan pula usaha-usaha pendidikan
masalah kependudukan.
Guna
mendukung tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran Program Keluarga Berencana
dalam Repelita II, koordinasi antar lembaga, kegiatan-kegiatan penerangan, penelitian
mengenai motivasi dan sebagainya serta kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang
pelaksanaan keluarga berencana lebih ditingkatkan lagi.
B.
Program
KB dalam Sudut Pandang Etika dan Moral
Etika
adalah usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan
masalah hidup atau untuk suatu upaya agar menjadi baik. Terdapat 4 alasan pada saat ini etika diperlukan yaitu
(Soejitno,2000):
1.
Masyarakat semakin plurlistik termasuk
dalam hal moralitas.
2.
Dalam masa transformasi masyrakat yang
tanpa tanding di bawah gelombang modernisasi.
3.
Proses perubahan sosial budaya dan moral
yang tengah di alami ini, dimanfaatkan oleh berbagai pihak unuk memancing dalam
air keruh.
4.
Etika juga diperlukan oleh kaum agama.
Etika
juga merupakan hukum tidak tertulis yang secara turun temurun berlaku dalam
suatu masyarakat sebagai hal yang lazim dilakukan dalam masyarakat tersebut.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa hal-hal yang sangat mempengaruhi etika dari
seseorang adalah lingkungan tempat ia berada dan tergantung kesepakatan tidak
resmi dari sebuah masyarakat yang terkait di dalam etika tersebut.
Dalam
melihat Etika maka kita harus melihat beberapa aspek yaitu dari agama, hukum,
dan sosial budayanya karena presepsi atau pandangan masyarakat akan jelas lahir
dengan melihat ketiga aspek tersebut. Jika suatu masalah di hadapakan pada
ketiga aspek tersebut dan ternyata tidak ada keselahan atau ketimpangan di
dalam ketiga hal tersebut maka tidak ada hal yang dapat dijadikan acuan bahwa
masalah tersebut melanggar Etika.
Keluarga
berencana sendiri, jika dipandang dari ketiga sapek tersebut adalah
sebagai berikut :
1.
Agama
a)
Islam
"Dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan
memberi kepada mereka dan kepada kamu." (QS. Al Isra':31)
"Nikahilah
olehmu wanita yang penyayang dan subur(yang dapat melahirkan banyak anak) karena aku akan berbangga-bangga
dengan kalian dihadapan umat-umat lain. (Ahmad, Abu Dawud yang disahihkan oleh
Al Albani)
Dari
penggalan ayat serta hadits di atas disimpulkan bahwa Islam tidak memberi
toleransi terhadap adanya program KB yang beralasan takut miskin atau membatasi
jumlah anak. Akan tetapi para ulama membolehkan KB untuk mengatur jarak
kelahiran serta jika dalam keadaan darurat (tidak dimungkinkan untuk hamil
karena suatu penyakit).
Untuk
vasektomi dan tubektomi Islam sangat melarang kecuali dalam keadaan tertentu
seperti mengidap penyakit.
Pandangan
lain muncul dari MUI yang menyatakan mendukung upaya pemerintah mengendalikan angka pertumbuhan
yang tinggi, sejauh masih dalam koridor syari'ah. MUI memperbolehkan vasektomi
dan tubektomi selama keduanya tidak memutus total keturunan atau bisa
direhabilitasi kembali
b)
Kristen
Manusia
ditugaskan oleh Allah untuk "beranak cucu dan bertambah banyak"
(Kejadian 1:28)
Anak
adalah Hadiah dari Allah (Kejadian 4:1, Kejadian 35:5) Anak adalah berkat dari Tuhan (Lukas 1:42)
Dari
beberapa penggalan Al kitab di atas Kristen tidak memperbolehkan penggunaan kontrasepsi karena tidak ingin
punya anak atau bingung mengurus banyak
anak. Akan tetapi Kristen mengijinkan jika umatnya ingin mengatur jarak
kelahiran agar lebih dewasa, lebih siap dalam kerohanian serta keuangan.
c)
Katolik dan Budha
Katolik
dan Budha juga membolehkan adanya Keluarga berencana namun dengan menggunakan
kontrasepsi alami.
2.
Hukum
KB
(Keluarga Berencana) merupakan progam pemerintah dalam rangka mensejahterakan
masyarakat. Dalam hal ini Program KB diatur dalam :
a)
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara)
1999
b)
Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional.
c)
Undang-undang No. 10 Tahun 1992 dalam
butir 17, 18, 19.
d) Berdasarkan
hukum, status pria dan wanita adalah adil dengan persetujuan bersama (UU No. 10
Tahun 1992 Pasal 19) Suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta
kedudukan yang sederajat dalam menentukan cara pengaturan kelahiran.
3.
Sosial dan Budaya
Kita
melihat sendiri bahwa pada masyarakat umumnya di Indonesia telah menganggap
bahwa program Keluarga Berencana adalah hal yang seudah lazim dilakukan di
Indonesia. Namun hal itu hanya berlaku ketika kita memandang Sosial dan budaya ini secara umum, masih banyak
daerah-daerah yang tertinggal, dan rakyat-rakyat kecil yang masih menganut
kepercayaan bahwa “banyak anak banyak rezeki”. Sehingga dari sudut pandang ini
Keluarga berencana di bolehkan dan beretika secara umum di Indonesia namun bila
di khususkan di daerah-daerah terpencil yang kurang sekali informasi dan masih
menganut tradisi-tradisi lama maka hal ini menjadi hal yang kurang beretika karena menolak rezeki dari Tuhan.
C.
Penerapan
Etika dalam Pelayanan KB
1.
Konseling
Konseling
merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana. Dengan
melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan
jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya.
Jika
klien belum mempunyai keputusan karena disebabkan ketidaktahuan klien tentang
kontrasepsi yang akan digunakan, menjadi kewajiban bidan untuk memberikan
informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien, dengan
memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien,
dengan memberikan beberapa alternative sehingga klien dapat memilih sesuai
dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimilikinya.
a)
Tujuan Konseling
1)
Calon peserta KB memahami manfaat KB
bagi dirinya maupun keluarganya.
2)
Calon peserta KB mempunyai pengetahuan
yang baik tentang alasan berKB , cara menggunakan dan segala hal yang berkaitan
dengan kontrasepsi.
3)
Calon peserta KB mengambil keputusan
pilihan alat kontrasepsi
b)
Sikap Bidan dalam Melakukan Konseling
yang Baik Terutama bagi Calon Klien Baru
1)
Memperlakukan klien dengan baik
2)
Interaksi antara petugas dan klien
Bidan harus
mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien serta mendorong agar
klien berani berbicara dan bertanya
3)
Member informasi yang baik kepada klien
4)
Menghindari pemberian informasi yang
berlebihan
Terlalu banyak
informasi yang diberikan akan menyebabkan kesulitan bagi klien untuk mengingat
hal yang penting.
5)
Tersedianya metode yang diinginkan klien
6)
Membantu klien untuk mengerti dan
mengingat
Bidan memberi contoh
alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya dengan
memperlihtkan bagaimana cara penggunaannya. Dapat dilakukan dengan dengan
memperlihatkan dan menjelaskan dengan flipchart, poster, pamflet atau halaman
bergambar.
c)
Langkah – Langkah Konseling
1)
Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya
2)
Menggali permasalahan yang dihadapi
dengan calon
3)
Memberikan penjelasan disertai
penunjukan alat – alat kontrasepsi
4)
Membantu klien untuk memilih alat
kontrasepsi yang tepat untuk dirinya sendiri.
d) Keterampilan
dalam Konseling
1)
Mendengar dan mempelajari dengan
menerapkan:
a.
Posisi kepala sama tinggi
b.
Beri perhatian dengan kontak mata
c.
Sediakan waktu
d.
Saling bersentuhan
e.
Sentuhlah dengan wajar
f.
Beri pertanyaan terbuka
g.
Berikan respon
h.
Berikan empati
i.
Refleks back
j.
Tidak menghakimi
2)
Membangun kepercayaan dan dukungan:
a.
Menerima yang dipikirkan dan dirasakan
klien
b.
Memuji apa yang sudah dilakukan dengan
benar
c.
Memberikan bantuan praktis
d.
Beri informasi yang benar
e.
Gunakan bahasa yang mudah
dimengerti/sederhana
f.
emberikan satu atau dua saran.
2.
Informed Choice dan Informed Consent dalam
Pelayanan Keluarga Berencana
Informed
Choice adalah berarti membuat pilihan setelah mendapat penjelasan tentang
alternative asuhan yang dialami. Pilihan atau choice lebih penting dari sudut
pandang wanita yang memberi gambaran pemahaman masalah yang berhubungan dengan
aspek etika dalam otonomi pribadi. Ini sejalan dengan Kode Etik Internasional
Bidan bahwa : Bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan
dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab dari pilihannya.
Setelah
klien menentukan pilihan alat kontrasepsi yang dipilih, bidan berperan dalam
proses pembuatan informed concent. Yang dimaksud.Informed Concent adalah
persetujuan sepenuhnya yang diberikan oleh klien/pasien atau walinya kepada
bidan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan. Infomed concent adalah suatu
proses bukan suatu formolir atau selembar kertas dan juga merupakan suatu
dialog antara bidan dengan pasien/walinya yang didasari keterbukaan akal dan
pikiran yang sehat dengan suatu birokratisasi yakni penandatanganan suatu
formolir yang merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak
pasien/walinya telah terjadi.
Dalam
proses tersebut, bidan mungkin mengahadapi masalah yang berhubungan dengan
agama sehingga bidan harus bersifat netral, jujur, tidak memaksakan suatu
metode kontrasepsi tertentu. Mengingat bahwa belum ada satu metode kontrasepsi
yang aman dan efektif, maka dengan melakukan informed choice dan infomed
concent selain merupakan perlindungan bagi bidan juga membantu dampak rasa aman
dan nyaman bagi pasien.
Sebagai
contoh, bila bidan membuat persetujuan tertulis yang berhubungan dengan
sterilisasi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sterilisasi bersifat
permanen, adanya kemungkinan perubahan keadaan atau lingkungan klien, kemungkinan
penyelesaian klien dan kemungkinan kegagalan dalam sterilisasi.
3.
Pencegahan Infeksi
a)
Tujuan
1)
Memenuhi prasyarat pelayanan KB yang
bermutu
2)
Mencegah infeksi silang dalam prosedur
KB, terutama pada pelayanan kontrasepsi AKDR, suntik, susuk dan kontrasepsi
mantap
3)
Menurunkan resiko transmisi penyakit
menular seperti hepatitis B dan HIV/AIDS
b)
Kewaspadaan standar
Pelayanan
KB membutuhkan kepatuhan melaksanakan tindakan sesuai dengan kewaspadaan
standar (standar precaution). Berikut merupakan cara pelaksanaan kewaspadaan
standar
1)
Anggap setiap orang dapat menularkan
infeksi
2)
Cuci tangan
3)
Gunakan sepasang sarung tangan sebelum
menyentuh apapun yang basah seperti kulit terkelupas, membrane mukosa, darah
atau duh tubuh lain, serta alat-alat yang telah dipakai dan bahan – bahan lain
yang terkontaminasi atau sebelum melakukan tindakan invasive
4)
Gunakan pelindung fisik, untuk
mengantisipasi percikan duh tubuh.
5)
Gunakan bahan antiseptic untuk
membersihkan kulit maupun membrane mukosa sebelum melakukan operasi, membersihkan
luka, menggosok tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptic berbahan dasar
alcohol
6)
Lakukan upaya kerja yang aman, seperti
tidak memasang tutup jarum suntik, memberikan alat tajam dengan cara yang aman.
7)
Buang bahan – bahan terinfeksi setelah
terpakai dengan aman untuk melindungi petugas pembuangan dan untuk mencegah
cidera maupun penularan infeksi kepada masyarakat
8)
Pemrosesan terhadap instrument , sarung
tangan, bahan lain setelah dipakai dengan cara mendekomentasikan dalam larutan
klorin 0,5%, dicuci bersih, DTT dengan cara-cara yang dianjurkan.
4.
Penjelasan / Penerangan yang Diberikan saat
Pemasangan/ Alat Kontrasepsi
a)
Jelaskan kepada klien apa yang dilakukan
dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan
b)
Sampaikan pada klien kemungkinan akan merasa
sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu
bila sampai pada langkah tersebut.
c)
Berikan kesempatan pada klien untuk
bertanya tentang keterangan yang telah diberikan dan tentang apa yang akan
dilakukan pada dirinya.
d)
Peragakan peralatan yang akan digunakan
serta jelaskan tentang prosedur apa yang akan dikerjakan
e)
Jelaskan bahwa klien akan mengalami
sedikit rasa sakit saat penyuntikan anastesi local, sedangkan insersinya tidak
akan menimbulkan nyeri (bila pemasangan AKBK)
f)
Tentramkan hati klien setelah tindakan.
5.
Pelaksanaan Tindakan sesuai Standar
Operasional Prosedur
Berdasarkan
KEPMENKES RI No. 369/MENKEN/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN pada
standar V TINDAKAN pada definisi operasional disebutkan bahwa tindakan
kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau
hasil kolaborasi
6.
Menjaga Kerahasiaan Dan Privasi Klien
Berdasarkan
KODE ETIK KEBIDANAN salah satu kewajiban bidan terhadap tugasnya adalah setiap
bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan
dengan kepentingan klien
7.
Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Pelayanan KB
Dalam
tahun 2001 pencatatan dan pelaporan program KB Nasional dilaksanakan sesuai
dengan sistim , pencatatan dan pelaporan yang disempurnakan melalui Instruksi
Menteri Pemberdayaan Perempuan /KepalaBKKBN Nomor 191/HK-011/D2/2000 tanggal 29
September 2000.
Sistim
pencatatan dan pelaporan program KB nasional saat ini telah disesuaikan dengan
tuntutan informasi , desentralisasi dan perbaikan kualitas.
Sistim
pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi meliputi:
a)
Kegiatan pelayanan kontrasepsi
b)
Hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi
baik di klinik maupun di BPS
c)
Pencatatan keadaan alat-alat kontrasepsi
di klinik KB
D.
Contoh
Kasus Etika dan Moral dalam Pelayanan KB
1.
Kasus pertama
Tujuh
tahun lalu istri saya melahirkan dengan opersai Caesar. Mengingat ingin
mengatur jarak kelahiran, kami memutuskan untuk menggunakan KB suntik,namun
ternyata tidak cocok sehingga beralih ke pil. Enam tahun berselang kami
memutuskan untuk memiliki anak lagi. Setahun pil sudah tidak digunakan lagi,
namun tanda-tanda kehamilan belum muncul. Sampai pada akhirnya pada 4 maret
2006, dokter melakukan USG. Hasilnya amat mengejutkan . Di dalam rahim istri
saya terpasang IUD. Kami tidak pernah berkeinginan menggunakan alat kontrasepsi
IUD. Kalaupun secara sadar menggunakannya , untuk apa masih menggunakan alat
kontrasepsi suntik dan lalu pil selama 6 tahun?.
Kami
menduga tindakan pemasangan ( tanpa sepengetahuan dan izin dari kami berdua)
dilakukan saat istri saya dioperasi Caesar. Pihak RS saat itu sama sekali tidak
menginformasikan kepada kami perihal pemasangan IUD. Istri saya diopersi di RS
Sunan Gunung Jati Cirebon.
Dengan
kasus ini kami menuntut penjelasan dan ganti rugi kepada pihak rumah sakit,
seraya mengingatka kepada keluarga berputra satu lainya yang sulit mendapatkan
anak kedua.
Tertanda : Korban keluaraga Armanto Joedono,
S.Sos.
Sumber
:
http://armanjd.Wordpress.Com/2006/03/17/sulit-mendapatkan-anak-kedua- anda-
mungkin- korban-malpraktek diakses tanggal 13 April 2009.
2.
Kasus kedua
Seorang
Ibu bernama Ibu Suharto menginginkan dilakukan KB atas dirinya. Namun, Suaminya
tidak menyetujui karena masih menginginkan memiliki anak laki-laki. Mereka
datang ke dokter kandungan dan pasangan ini diberi waktu untuk merundingkan
tentang KB satu sama lain dan diminta untuk kembali, namun Ibu Suharto datang
ke dokter umum yang juga dokter keluarganya dan melakukan KB suntik tanpa
persetujuan suami.
Pada
kasus di atas, Dokter umum tersebut dinilai telah melakukan tindakan yang tepat
dalam melakukan suntik KB. Mengingat KB suntik tersebut dilakukan atas dasar
permintaan pasien atau dapat disebut Kaidah Dasar Bioetika yang digolongkan ke
dalam kategori Autotomy dan juga terdapat UU yang melindungi program KB.
Tindakan yang dilakukan Dokter umum tersebut bersifat sementara (tidak
permanen, efektif dalam jangka waktu 1-3 bulan) jadi Ibu Suharto dapat
menjalani tanpa persetujuan dari suami. Ibu Suharto juga telah mempertimbangkan
berdasarkan agama yang dianutnya. Selain itu, jika di masa yang akan datang Ibu
Suharto berniat untuk mempunyai anak lagi, tidak akan timbul masalah karena KB
suntik dapat dihentikan jika diinginkan. Disamping itu, Dokter umum tersebut
adalah dokter dari keluarga Suharto jadi sudah sepantasnya ia telah mengetahui
riwayat keluarga tersebut dan ini bisa saja menjadi salah satu faktor yang
mendukung tindakan dokter tersebut. Namun, dokter umum tersebut melakukan
pelanggaran menyangkut KODEKI pasal 15 yang isinya “Setiap dokter tidak boleh
mengambil alih pasien teman sejawat, kecuali dengan persetujuan dan prosedur
yang etis.”.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Keluarga
berencana merupakan suatu program yang dibuat untuk menekan angka kelahiran penduduk
yang dapat menyebabkan kepadatan penduduk.
Jika
dipandang dari aspek etika dan moral yaitu etika agama, hukum dan sosial dan
budaya maka program ini tidaklah
merupakan suatu program yang menyalahi etika di dalam masyarakat tetapi dengan
berbagai ketentuan yaitu tidak memutus garis keturunan, dilakukan secar
sukarela dan melalui persetujuan suami dan istri serta mengantisipasi
resikonya.
B.
SARAN
Sebaiknya
program keluarga berencana ini perlu di
tingkatkan terutama kepada pendidikan tentang hal ini. Namun pembatasan kelahiran sebaiknya juga melihat
kondisi kemampuan ekonomi suatu keluarga
jika keluarga tersebut mampu maka penulis berpikir bahwa pembatasan
kelahiran ini tidak diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9531560/Keluarga_Berencana_Dalam_Berbagai_Pandangan?login=irmamarisa95@gmail.com&email_was_taken=true&login=irmamarisa95@gmail.com&email_was_taken=true.
Diakses pada tanggal 26 April 2015. 20.08 WIB.
http://zakiahdinsyah.blogspot.com/2010/06/aplikasi-etika-kebidanan-dalam.html.
Diakses pada tanggal 26 April 2015. 20.30 WIB.
http://sintasinta.blogspot.com/2007/12/refrat-2-kb-ditinjau-dari-berbagai.html.
Diakses pada tanggal 26 April
2015. 20.43 WIB.
Depkes, 2007, Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Standar Profesi Bidan,
Pengurus Pusat IBI, Jakarta.
Depkes, 2003, Standar Profesi Kebidanan, IBI, Jakarta
Saifuddin B.A., 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepasi, YBP-SP, Jakarta.
Soepardan S., 2008, Etika Kebidanan Dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta.
http://armanjd.Wordpress.Com/2006/03/17/sulit-mendapatkan-anak-kedua-anda-mungkin-
korban-malpraktek. Diakses tanggal 13 April 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar