Cursor

Rabu, 03 Juni 2015

Masalah Moral yang Berkaitan tentang KB



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Dewasa ini negara-negara di dunia semakin mengembangkan ilmu pengetahuannya. Teknologi-teknologi baru semakin banyak diciptakan untuk menjawab masalah yang terjadi seiiring dengan perkembangan zaman tersebut. Para pemikir seakan tidak pernah bisa  berhenti berfikir untuk mengatasi masalah yang seakan timbul dan sangat sulit di temukan  penyelesaian yang tepat dari masalah tersebut.
Demikian juga yang terjadi pada bidang kesehatan. Masalah yang terjadi seakan tidak  pernah usai. Sehingga membuat pemikir pada bidang itu seakan tidak pernah berhenti untuk menciptakan teknologi-teknologi baru untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Perkembangan yang terjadi ini tidak hanya meninggalkan suatu aspek yang positif di masyarakat namun juga meninggalkan rasa pertentangan yang menjadi pro-kontra di dalam masyarakat itu sendiri.
Program yang dilihat dari sisi lain sangat bermanfaat ternyata tidak seirama dengan nilai-nilai etika dan nilai moral yang berlaku di masyarakat. Program atau kebijakan Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang digunakan untuk mengendalikan angka kelahiran yang semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah kepadatan penduduk. Namun program pemerintah yang di jalankan secara nasional ini tidak selamanya sejalan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat terutama jika dilihat dari sudut pandang etika dan moral.



B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimanakah definisi dari Keluarga Berencana (KB) ?
2.    Bagaimanakah program KB dalam sudut pandang etika dan moral ?
3.    Bagaimanakah penerapan etika dalam pelayanan KB ?
4.    Bagaimanakah contoh kasus etika dan moral dalam pelayanan KB ?

C.      TUJUAN
1.    Untuk mengetahui definisi dari Keluarga Berencana (KB).
2.    Untuk mengetahui program KB dalam sudut pandang etika dan moral.
3.    Untuk mengetahui penerapan etika dalam pelayanan KB.
4.    Untuk mengetahui contoh kasus etika dalam pelayanan KB.














BAB II
ISI

A.  Keluarga Berencana (KB)
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan penyebaran penduduk yang kurang seimbang merupakan masalah pokok kependudukan yang dihadapi dalam pembangunan Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi telah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan  pokok diberbagai bidang seperti pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Meningkatnya kebutuhan pokok sebagai akibat pertumbuhan penduduk mempersulit usaha mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi sebagai akibat dari tetap tingginya tingkat kelahiran dan semakin menurunnya tingkat kematian juga telah menyebabkan kurang seimbangnya struktur umur penduduk. Penduduk Indonesia tergolong kedalam yang berumur muda. Penduduk yang secara ekonomis aktif secara relatif lebih kecil dan harus menanggung  beban lebih berat untuk melayani kebutuhan pokok penduduk yang secara ekonomis tidak aktif. Di samping itu, jumlah penduduk yang memasuki angkatan kerja setiap tahun berupa angkatan kerja baru cenderung tinggi. Dengan demikian beban penyediaan la¬pangan kerja  juga bertambah besar.
Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk juga mempertajam masalah-masalah yang diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan dalam penyebaran penduduk di antara berbagai  pulau dan di antara kota dan desa. Dengan demikian pemecahan masalah-masalah kependudukan semakin bertambah berat.
Dalam rangka mengatasi masalah-masalah kependudukan tersebut maka telah dilaksanakan kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh. Arah kebijaksanaan yang ditempuh salah satunya adalah untuk menurunkan tingkat kelahiran sehingga terdapat imbangan yang lebih wajar di antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan produksi  barang dan jasa.
Keluarga berencana merupakan bagian utama dari kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh. Program Keluarga Berencana terutama ditujukan untuk menurunkan tingkat kelahiran dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga. Melalui program ini direncanakan untuk mencapai sekurang-kurangnya 8 juta peserta keluarga berencana baru di Jawa dan Bali dan sejuta peserta baru diluar Jawa dan Bali. Selain itu direncanakan pula  berbagai kegiatan untuk membina kelangsungan peserta keluarga berencana yang ada. Sejalan dengan itu diusahakan kegiatan-kegiatan untuk melembagakan pelaksanaan norma keluarga kecil dalam masyarakat.
Progam keluarga berencana merupakan buah dari terciptanya program Repelita II yang memiliki tujuan-tujuan pokok sebagai berikut:
1.        Tersedianya sarana dan tenaga pelayanan kesehatan yang sejauh mungkin memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.        Pengurangan jumlah penderita penyakit dan menekan timbulnya wabah sampai serendah mungkin.
3.        Peningkatan perbaikan gizi.
4.        Tersedianya sarana sanitasi dan perkembangan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.
5.        Pengembangan keluarga sejahtera.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa agar supaya pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, diperlukan  pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk melalui Program Keluarga Berencana, yang harus dilaksanakan dengan berhasil karena kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan mengakibatkan hasil usaha pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan datang. Program Keluarga Berencana dilaksanakan dengan cara-cara sukarela, dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pelaksanaan program Keluarga Berencana terutama di Jawa dan Bali terus ditingkatkan, khususnya agar dapat mencapai masyarakat pedesaan seluas-luasnya. Di samping itu kesempatan untuk melaksanakan keluarga berencana di daerah-daerah lain perlu dikembangkan sehingga membantu peningkatan kesejahteraan keluarga di daerah-daerah tersebut melalui tersedianya fasilitas-fasilitas keluarga berencana.
Sasaran keluarga berencana diusahakan meliputi seluruh lapisan masyarakat atas dasar sukarela. Oleh karena keputusan untuk me¬laksanakan keluarga berencana pada akhirnya adalah suatu proses perubahan sikap hidup masyarakat. Maka dalam Repelita II kegiatan pendidikan dan latihan keluarga berencana tidak hanya terbatas pada pendidikan dan latihan para tenaga pelaksana teknis Program Keluarga Berencana, melainkan makin dikembangkan pula usaha-usaha pendidikan masalah kependudukan.
Guna mendukung tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran Program Keluarga Berencana dalam Repelita II, koordinasi antar lembaga, kegiatan-kegiatan penerangan, penelitian mengenai motivasi dan sebagainya serta kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang pelaksanaan keluarga berencana lebih ditingkatkan lagi.

B.       Program KB dalam Sudut Pandang Etika dan Moral
Etika adalah usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah hidup atau untuk suatu upaya agar menjadi baik. Terdapat 4 alasan  pada saat ini etika diperlukan yaitu (Soejitno,2000):
1.        Masyarakat semakin plurlistik termasuk dalam hal moralitas.
2.        Dalam masa transformasi masyrakat yang tanpa tanding di bawah gelombang modernisasi.
3.        Proses perubahan sosial budaya dan moral yang tengah di alami ini, dimanfaatkan oleh berbagai pihak unuk memancing dalam air keruh.
4.        Etika juga diperlukan oleh kaum agama.
Etika juga merupakan hukum tidak tertulis yang secara turun temurun berlaku dalam suatu masyarakat sebagai hal yang lazim dilakukan dalam masyarakat tersebut. Jadi dapat kita simpulkan bahwa hal-hal yang sangat mempengaruhi etika dari seseorang adalah lingkungan tempat ia berada dan tergantung kesepakatan tidak resmi dari sebuah masyarakat yang terkait di dalam etika tersebut.
Dalam melihat Etika maka kita harus melihat beberapa aspek yaitu dari agama, hukum, dan sosial budayanya karena presepsi atau pandangan masyarakat akan jelas lahir dengan melihat ketiga aspek tersebut. Jika suatu masalah di hadapakan pada ketiga aspek tersebut dan ternyata tidak ada keselahan atau ketimpangan di dalam ketiga hal tersebut maka tidak ada hal yang dapat dijadikan acuan bahwa masalah tersebut melanggar Etika.
Keluarga berencana sendiri, jika dipandang dari ketiga sapek tersebut adalah sebagai  berikut :
1.        Agama

a)             Islam
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi kepada mereka dan kepada kamu." (QS. Al Isra':31)
"Nikahilah olehmu wanita yang penyayang dan subur(yang dapat melahirkan  banyak anak) karena aku akan berbangga-bangga dengan kalian dihadapan umat-umat lain. (Ahmad, Abu Dawud yang disahihkan oleh Al Albani)
Dari penggalan ayat serta hadits di atas disimpulkan bahwa Islam tidak memberi toleransi terhadap adanya program KB yang beralasan takut miskin atau membatasi jumlah anak. Akan tetapi para ulama membolehkan KB untuk mengatur jarak kelahiran serta jika dalam keadaan darurat (tidak dimungkinkan untuk hamil karena suatu  penyakit).
Untuk vasektomi dan tubektomi Islam sangat melarang kecuali dalam keadaan tertentu seperti mengidap penyakit.
Pandangan lain muncul dari MUI yang menyatakan mendukung upaya  pemerintah mengendalikan angka pertumbuhan yang tinggi, sejauh masih dalam koridor syari'ah. MUI memperbolehkan vasektomi dan tubektomi selama keduanya tidak memutus total keturunan atau bisa direhabilitasi kembali

b)        Kristen
Manusia ditugaskan oleh Allah untuk "beranak cucu dan bertambah banyak" (Kejadian 1:28)
Anak adalah Hadiah dari Allah (Kejadian 4:1, Kejadian 35:5) Anak adalah  berkat dari Tuhan (Lukas 1:42)
Dari beberapa penggalan Al kitab di atas Kristen tidak memperbolehkan  penggunaan kontrasepsi karena tidak ingin punya anak atau bingung mengurus  banyak anak. Akan tetapi Kristen mengijinkan jika umatnya ingin mengatur jarak kelahiran agar lebih dewasa, lebih siap dalam kerohanian serta keuangan.

c)        Katolik dan Budha
Katolik dan Budha juga membolehkan adanya Keluarga berencana namun dengan menggunakan kontrasepsi alami.



2.        Hukum
KB (Keluarga Berencana) merupakan progam pemerintah dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Dalam hal ini Program KB diatur dalam :
a)        GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) 1999
b)        Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.
c)        Undang-undang No. 10 Tahun 1992 dalam butir 17, 18, 19.
d)       Berdasarkan hukum, status pria dan wanita adalah adil dengan persetujuan bersama (UU No. 10 Tahun 1992 Pasal 19) Suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan yang sederajat dalam menentukan cara pengaturan kelahiran.

3.        Sosial dan Budaya
Kita melihat sendiri bahwa pada masyarakat umumnya di Indonesia telah menganggap bahwa program Keluarga Berencana adalah hal yang seudah lazim dilakukan di Indonesia. Namun hal itu hanya berlaku ketika kita memandang Sosial dan  budaya ini secara umum, masih banyak daerah-daerah yang tertinggal, dan rakyat-rakyat kecil yang masih menganut kepercayaan bahwa “banyak anak banyak rezeki”. Sehingga dari sudut pandang ini Keluarga berencana di bolehkan dan beretika secara umum di Indonesia namun bila di khususkan di daerah-daerah terpencil yang kurang sekali informasi dan masih menganut tradisi-tradisi lama maka hal ini menjadi hal yang kurang  beretika karena menolak rezeki dari Tuhan.

C.      Penerapan Etika dalam Pelayanan KB

1.        Konseling
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya.
Jika klien belum mempunyai keputusan karena disebabkan ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi yang akan digunakan, menjadi kewajiban bidan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien, dengan memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien, dengan memberikan beberapa alternative sehingga klien dapat memilih sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimilikinya.
a)        Tujuan Konseling
1)        Calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya maupun keluarganya.
2)        Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang alasan berKB , cara menggunakan dan segala hal yang berkaitan dengan kontrasepsi.
3)        Calon peserta KB mengambil keputusan pilihan alat kontrasepsi

b)        Sikap Bidan dalam Melakukan Konseling yang Baik Terutama bagi Calon Klien Baru
1)        Memperlakukan klien dengan baik
2)        Interaksi antara petugas dan klien
Bidan harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien serta mendorong agar klien berani berbicara dan bertanya
3)        Member informasi yang baik kepada klien
4)        Menghindari pemberian informasi yang berlebihan
Terlalu banyak informasi yang diberikan akan menyebabkan kesulitan bagi klien untuk mengingat hal yang penting.
5)        Tersedianya metode yang diinginkan klien
6)        Membantu klien untuk mengerti dan mengingat
Bidan memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya dengan memperlihtkan bagaimana cara penggunaannya. Dapat dilakukan dengan dengan memperlihatkan dan menjelaskan dengan flipchart, poster, pamflet atau halaman bergambar.

c)        Langkah – Langkah Konseling
1)        Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya
2)        Menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon
3)        Memberikan penjelasan disertai penunjukan alat – alat kontrasepsi
4)        Membantu klien untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya sendiri.

d)       Keterampilan dalam Konseling
1)        Mendengar dan mempelajari dengan menerapkan:
a.         Posisi kepala sama tinggi
b.        Beri perhatian dengan kontak mata
c.         Sediakan waktu
d.        Saling bersentuhan
e.         Sentuhlah dengan wajar
f.         Beri pertanyaan terbuka
g.        Berikan respon
h.        Berikan empati
i.          Refleks back
j.          Tidak menghakimi

2)        Membangun kepercayaan dan dukungan:
a.         Menerima yang dipikirkan dan dirasakan klien
b.        Memuji apa yang sudah dilakukan dengan benar
c.         Memberikan bantuan praktis
d.        Beri informasi yang benar
e.         Gunakan bahasa yang mudah dimengerti/sederhana
f.         emberikan satu atau dua saran.
2.        Informed Choice dan Informed Consent dalam Pelayanan Keluarga Berencana
Informed Choice adalah berarti membuat pilihan setelah mendapat penjelasan tentang alternative asuhan yang dialami. Pilihan atau choice lebih penting dari sudut pandang wanita yang memberi gambaran pemahaman masalah yang berhubungan dengan aspek etika dalam otonomi pribadi. Ini sejalan dengan Kode Etik Internasional Bidan bahwa : Bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab dari pilihannya.
Setelah klien menentukan pilihan alat kontrasepsi yang dipilih, bidan berperan dalam proses pembuatan informed concent. Yang dimaksud.Informed Concent adalah persetujuan sepenuhnya yang diberikan oleh klien/pasien atau walinya kepada bidan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan. Infomed concent adalah suatu proses bukan suatu formolir atau selembar kertas dan juga merupakan suatu dialog antara bidan dengan pasien/walinya yang didasari keterbukaan akal dan pikiran yang sehat dengan suatu birokratisasi yakni penandatanganan suatu formolir yang merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak pasien/walinya telah terjadi.
Dalam proses tersebut, bidan mungkin mengahadapi masalah yang berhubungan dengan agama sehingga bidan harus bersifat netral, jujur, tidak memaksakan suatu metode kontrasepsi tertentu. Mengingat bahwa belum ada satu metode kontrasepsi yang aman dan efektif, maka dengan melakukan informed choice dan infomed concent selain merupakan perlindungan bagi bidan juga membantu dampak rasa aman dan nyaman bagi pasien.
Sebagai contoh, bila bidan membuat persetujuan tertulis yang berhubungan dengan sterilisasi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sterilisasi bersifat permanen, adanya kemungkinan perubahan keadaan atau lingkungan klien, kemungkinan penyelesaian klien dan kemungkinan kegagalan dalam sterilisasi.
3.        Pencegahan Infeksi

a)        Tujuan
1)        Memenuhi prasyarat pelayanan KB yang bermutu
2)        Mencegah infeksi silang dalam prosedur KB, terutama pada pelayanan kontrasepsi AKDR, suntik, susuk dan kontrasepsi mantap
3)        Menurunkan resiko transmisi penyakit menular seperti hepatitis B dan HIV/AIDS

b)        Kewaspadaan standar
Pelayanan KB membutuhkan kepatuhan melaksanakan tindakan sesuai dengan kewaspadaan standar (standar precaution). Berikut merupakan cara pelaksanaan kewaspadaan standar
1)        Anggap setiap orang dapat menularkan infeksi
2)        Cuci tangan
3)        Gunakan sepasang sarung tangan sebelum menyentuh apapun yang basah seperti kulit terkelupas, membrane mukosa, darah atau duh tubuh lain, serta alat-alat yang telah dipakai dan bahan – bahan lain yang terkontaminasi atau sebelum melakukan tindakan invasive
4)        Gunakan pelindung fisik, untuk mengantisipasi percikan duh tubuh.
5)        Gunakan bahan antiseptic untuk membersihkan kulit maupun membrane mukosa sebelum melakukan operasi, membersihkan luka, menggosok tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptic berbahan dasar alcohol
6)        Lakukan upaya kerja yang aman, seperti tidak memasang tutup jarum suntik, memberikan alat tajam dengan cara yang aman.
7)        Buang bahan – bahan terinfeksi setelah terpakai dengan aman untuk melindungi petugas pembuangan dan untuk mencegah cidera maupun penularan infeksi kepada masyarakat
8)        Pemrosesan terhadap instrument , sarung tangan, bahan lain setelah dipakai dengan cara mendekomentasikan dalam larutan klorin 0,5%, dicuci bersih, DTT dengan cara-cara yang dianjurkan.

4.        Penjelasan / Penerangan yang Diberikan saat Pemasangan/ Alat Kontrasepsi
a)         Jelaskan kepada klien apa yang dilakukan dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan
b)        Sampaikan pada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah tersebut.
c)         Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang keterangan yang telah diberikan dan tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya.
d)        Peragakan peralatan yang akan digunakan serta jelaskan tentang prosedur apa yang akan dikerjakan
e)         Jelaskan bahwa klien akan mengalami sedikit rasa sakit saat penyuntikan anastesi local, sedangkan insersinya tidak akan menimbulkan nyeri (bila pemasangan AKBK)
f)         Tentramkan hati klien setelah tindakan.

5.        Pelaksanaan Tindakan sesuai Standar Operasional Prosedur
Berdasarkan KEPMENKES RI No. 369/MENKEN/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN pada standar V TINDAKAN pada definisi operasional disebutkan bahwa tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi


6.        Menjaga Kerahasiaan Dan Privasi Klien
Berdasarkan KODE ETIK KEBIDANAN salah satu kewajiban bidan terhadap tugasnya adalah setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien

7.        Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB
Dalam tahun 2001 pencatatan dan pelaporan program KB Nasional dilaksanakan sesuai dengan sistim , pencatatan dan pelaporan yang disempurnakan melalui Instruksi Menteri Pemberdayaan Perempuan /KepalaBKKBN Nomor 191/HK-011/D2/2000 tanggal 29 September 2000.
Sistim pencatatan dan pelaporan program KB nasional saat ini telah disesuaikan dengan tuntutan informasi , desentralisasi dan perbaikan kualitas.
Sistim pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi meliputi:
a)        Kegiatan pelayanan kontrasepsi
b)        Hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi baik di klinik maupun di BPS
c)        Pencatatan keadaan alat-alat kontrasepsi di klinik KB

D.      Contoh Kasus Etika dan Moral dalam Pelayanan KB

1.        Kasus pertama
Tujuh tahun lalu istri saya melahirkan dengan opersai Caesar. Mengingat ingin mengatur jarak kelahiran, kami memutuskan untuk menggunakan KB suntik,namun ternyata tidak cocok sehingga beralih ke pil. Enam tahun berselang kami memutuskan untuk memiliki anak lagi. Setahun pil sudah tidak digunakan lagi, namun tanda-tanda kehamilan belum muncul. Sampai pada akhirnya pada 4 maret 2006, dokter melakukan USG. Hasilnya amat mengejutkan . Di dalam rahim istri saya terpasang IUD. Kami tidak pernah berkeinginan menggunakan alat kontrasepsi IUD. Kalaupun secara sadar menggunakannya , untuk apa masih menggunakan alat kontrasepsi suntik dan lalu pil selama 6 tahun?.
Kami menduga tindakan pemasangan ( tanpa sepengetahuan dan izin dari kami berdua) dilakukan saat istri saya dioperasi Caesar. Pihak RS saat itu sama sekali tidak menginformasikan kepada kami perihal pemasangan IUD. Istri saya diopersi di RS Sunan Gunung Jati Cirebon.
Dengan kasus ini kami menuntut penjelasan dan ganti rugi kepada pihak rumah sakit, seraya mengingatka kepada keluarga berputra satu lainya yang sulit mendapatkan anak kedua.
Tertanda          : Korban keluaraga Armanto Joedono, S.Sos.
Sumber            : http://armanjd.Wordpress.Com/2006/03/17/sulit-mendapatkan-anak-kedua- anda- mungkin- korban-malpraktek diakses tanggal 13 April 2009.

2.        Kasus kedua
Seorang Ibu bernama Ibu Suharto menginginkan dilakukan KB atas dirinya. Namun, Suaminya tidak menyetujui karena masih menginginkan memiliki anak laki-laki. Mereka datang ke dokter kandungan dan pasangan ini diberi waktu untuk merundingkan tentang KB satu sama lain dan diminta untuk kembali, namun Ibu Suharto datang ke dokter umum yang juga dokter keluarganya dan melakukan KB suntik tanpa persetujuan suami.
Pada kasus di atas, Dokter umum tersebut dinilai telah melakukan tindakan yang tepat dalam melakukan suntik KB. Mengingat KB suntik tersebut dilakukan atas dasar permintaan pasien atau dapat disebut Kaidah Dasar Bioetika yang digolongkan ke dalam kategori Autotomy dan juga terdapat UU yang melindungi program KB. Tindakan yang dilakukan Dokter umum tersebut bersifat sementara (tidak permanen, efektif dalam jangka waktu 1-3 bulan) jadi Ibu Suharto dapat menjalani tanpa persetujuan dari suami. Ibu Suharto juga telah mempertimbangkan berdasarkan agama yang dianutnya. Selain itu, jika di masa yang akan datang Ibu Suharto berniat untuk mempunyai anak lagi, tidak akan timbul masalah karena KB suntik dapat dihentikan jika diinginkan. Disamping itu, Dokter umum tersebut adalah dokter dari keluarga Suharto jadi sudah sepantasnya ia telah mengetahui riwayat keluarga tersebut dan ini bisa saja menjadi salah satu faktor yang mendukung tindakan dokter tersebut. Namun, dokter umum tersebut melakukan pelanggaran menyangkut KODEKI pasal 15 yang isinya “Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien teman sejawat, kecuali dengan persetujuan dan prosedur yang etis.”.














BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Keluarga berencana merupakan suatu program yang dibuat untuk menekan angka kelahiran penduduk yang dapat menyebabkan kepadatan penduduk.
Jika dipandang dari aspek etika dan moral yaitu etika agama, hukum dan sosial dan budaya maka  program ini tidaklah merupakan suatu program yang menyalahi etika di dalam masyarakat tetapi dengan berbagai ketentuan yaitu tidak memutus garis keturunan, dilakukan secar sukarela dan melalui persetujuan suami dan istri serta mengantisipasi resikonya.

B.       SARAN
Sebaiknya program keluarga  berencana ini perlu di tingkatkan terutama kepada pendidikan tentang hal ini. Namun  pembatasan kelahiran sebaiknya juga melihat kondisi kemampuan ekonomi suatu keluarga  jika keluarga tersebut mampu maka penulis berpikir bahwa pembatasan kelahiran ini tidak diperlukan.







DAFTAR PUSTAKA




Depkes, 2007, Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Standar Profesi Bidan, Pengurus Pusat IBI, Jakarta.

Depkes, 2003, Standar Profesi Kebidanan, IBI, Jakarta

Saifuddin B.A., 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepasi, YBP-SP, Jakarta.

Soepardan S., 2008, Etika Kebidanan Dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta.

http://armanjd.Wordpress.Com/2006/03/17/sulit-mendapatkan-anak-kedua-anda-mungkin- korban-malpraktek. Diakses tanggal 13 April 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar