BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan
sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari
berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh. Sistem imun
dirancang untuk melindungi inang (host) dari patogen-patogen penginvasi dan
untuk menghilangkan penyakit. Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun
bawaan (innate immunity system) atau sering juga disebut respon/sistem
nonspesifik serta sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau
respon/sistem spesifik, bergantung pada derajat selektivitas mekanisme
pertahanan. Sistem imun terbagi menjadi dua cabang: imunitas humoral, yang
merupakan fungsi protektif imunisasi dapat ditemukan pada humor dan imunitas
selular, yang fungsi protektifnya berkaitan dengan sel.
Imunologi adalah cabang ilmu biomedis yang berkaitan
dengan respons organisme terhadap penolakan antigenik, pengenalan diri sendiri
dan bukan dirinya, serta semua efek biologis, serologis dan kimia fisika fenomena
imun. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,
misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat
dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia
memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap
unsur-unsur patogen.
Respon imun seseorang terhadap terhadap unsur-unsur
patogen sangat bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenal
molekul-molekul asing atau antigen yang terdapat pada permukaan unsur patogen
dan kemampuan untuk melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen.
Dalam menghadapi serangan benda asing yang dapat
menimbulkan infeksi atau kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem
pertahanan untuk melindungi dirinya. Sistem pertahanan tubuh yang dikenal
sebagai mekanisme imunitas alamiah ini, merupakan tipe pertahanan yang
mempunyai spektrum luas, yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen yang
spesifik. Selain itu, di dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas
yang didapat yang hanya diekspresikan dan dibangkit kan karena paparan antigen
yang spesifik. Tipe yang terakhir ini, dapat dikelompokkan manjadi imunitas
yang didapat secara akt if dan didapat secara pasif.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah
definisi dari sistem kekebalan tubuh ?
2.
Bagaimanakah
macam-macam sistem kekebalan tubuh ?
3.
Bagaimanakah
definisi dari vaksin ?
4.
Bagaimanakah
jenis-jenis vaksin?
5.
Bagaimanakah
macam-macam vaksin ?
6.
Bagaimanakah
penanganan dan pengelolaan vaksin ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui
definisi dari sistem kekebalan tubuh.
2.
Untuk mengetahui
macam-macam sistem kekebalan tubuh .
3.
Untuk mengetahui
definisi dari vaksin.
4.
Untuk mengetahui
jenis-jenis vaksin.
5.
Untuk mengetahui
macam-macam vaksin.
6.
Untuk mengetahui
penanganan dan pengelolaan vaksin.
BAB II
ISI
A.
Definisi Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem
perlindungan dari pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus
pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini
akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen,
termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam
tubuh mewakili keseluruhan di dalam suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap
kegagalan dalam sistem akan menghancurkan tatanan ini. Sistem imun sangat
sangat diperlukan bagi tubuh kita. Sistem imun adalah sekumpulan sel, jaringan,
dan organ yang terdiri atas :
1.
Pertahanan lini
pertama tubuh, merupakan bagian yang dapat dilihat oleh tubuh dan berada pada
permukaan tubuh manusia sepeti kulit, air mata, air liur, bulu hidung,
keringat, cairan mukosa, rambut.
2.
Pertahanan lini
kedua tubuh, merupakan bagian yang tidak dapat dilihat seperti timus, limpa,
sistem limfatik, sumsum tulang, sel darah putih/ leukosit, antibodi, dan
hormon.
Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam
melawan masuknya virus, bakteri, jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki
tubuh melalui kulit, hidung, mulut, atau bagian tubuh lain. Sistem imun kita
tersebar di seluruh tubuh dan tidak berada di bawah perintah otak, tetapi
bekerja melalui rangkaian informasi pada tiap bagian dari sistem imun. Jumlah
sel-sel imun lebih banyak 10 kali lipat dari sistem saraf dan mengeluarkan
empat puluh agen imun yang berbeda-beda untuk melindungi tubuh dari penyakit. Sistem
pertahanan tubuh pada manusia atau lebih kita kenal sebagai sistem imun sering
diartikan sebagai suatu efektor dalam menghalau ‘musuh’ yang terdiri atas zat
asing yang akan memasuki tubuh. Istilah “Imun” berasal dari suatu istilah pada
era Romawi yang berarti suatu keadaan “bebas hutang”. Dengan demikian, sistem
imun lebih tepat diartikan sebagai suatu sistem yang menjamin terjalinnya
komunikasi antara manusia dan lingkungan yaitu media hidupnya secara setara dan
tidak saling merugikan.
Komponen Dalam Sistem Imun
Komponen utama dalam sistem imun selain yang telah
disebutkan, adalah sel darah putih. Sistem kekebalan tubuh berkaitan dengan sel
darah putih atau leukosit. Berdasarkan adanya bintik-bintik atau granular,
leukosit terbagi atas:
1.
Granular, memiliki
bintik-bintik. Leukosit granular yaitu basofil, asidofil/eosinofil dan
neutrofil.
2.
Agranular, tidak
memiliki bintik-bintik . Leukosit agranular yaitu monosit dan limfosit.
Selain itu, ada juga sel bernama Macrophage
(makrofag), yang biasanya berasal dari monosit. Makrofag bersifat fagositosis,
menghancurkan sel lain dengan cara memakannya. Kemudian, pada semua limfosit
dewasa, permukaannya tertempel reseptor antigen yang hanya dapat mengenali satu
antigen. Ada juga sel pemuncul antigen (Antigen Presenting Cells). Saat antigen
memasuki memasuki sel tubuh, molekul tertentu mengikatkan diri pada antigen dan
memunculkannya di hadapan limfosit. Molekul ini dibuat oleh gen yang disebut
Major Histocompability Complex (MHC) dan dikenal sebagai molekul MHC. MHC 1 menghadirkan
antigen di hadapan limfosit T pembunuh dan MHC II menghadirkan antigen ke
hadapan limfosit T pembantu.
Limfosit berperan utama dalam respon imun
diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu limfosit B dan limfosit
T. Berikut adalah perbedaan antara limfosit T dan limfosit B:
Limfosit
B
|
Limfosit
T
|
1.
dibuat di
sumsum tulang yaitu sel batang yang sifatnya pluripotensi (pluripotent
stem cells) dan dimatangkan di sumsum tulang (Bone Marrow)
2.
Berperan
dalam imunitas humoral
3.
Menyerang
antigen yang ada di cairan antar sel
4.
Terdapat
3 jenis sel Limfosit B yaitu:
a)
Limfosit
B plasma, memproduksi antibodi.
b)
Limfosit
B pembelah, menghasilkan limfosit B dalam jumlah banyak dan cepat
c)
Limfosit
B memori, menyimpan mengingat antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh
|
1.
dibuat di
sumsum tulang dari sel batang yang pluripotensi (pluripotent stem cells)
dan dimatangkan di timus
2.
Berperan
dalam imunitas selular
3.
Menyerang
antigen yang berada di dalam sel
4.
Terdapat
3 jenis sel limfosit T yaitu:
a)
Limfosit
T pembantu (helper T cells), mengatur sistem imun dan mengontrol kualitas
sistem imun
b)
Limfosit
T pembunuh (killer T cells), menyerang sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen
c)
Limfosit
T supresor (supressor T cells), menurunkan dan menghentikan respon imun jika
infeksi berhasil diatasi.
|
B.
Macam-Macam Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi 2, yaitu
kekebalan tubuh tidak spesifik dan kekebalan tubuh spesifik.
1.
Sistem Kekebalan
Tubuh Non Spesifik
a)
Proses
pertahanan tubuh non spesifik tahap pertama
Proses pertahanan tahap
pertama ini bisa juga diebut kekebalan tubuh alami. Tubuh memberikan perlawanan
atau penghalang bagi masuknya patogen/antigen. Kulit menjadi penghalan bagi
masuknya patogen karena lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit air
sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan
terhadap senyawa asing dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme
tersebut. Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi
antimikrobial. Mukus atau lendir digunakan untuk memerangkap patogen yang masuk
ke dalam hidung atau bronkus dan akan dikeluarkjan oleh paru-paru. Rambut
hidung juga memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari
partikel-partikel berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air
mata, mukus, saliva) mengandung enzimm yang disebut lisozim. Lisozim adalah
enzim yang dapat meng-hidrolisis membran dinding sel bakteri atau patogen
lainnya sehingga sel kemudian pecah dan mati. Bila patogen berhasil melewati
pertahan tahap pertama, maka pertahanan kedua akan aktif.
b)
Proses
pertahanan tubuh non spesifik tahap ke dua
Inflamasi merupakan salah satu proses
pertahanan non spesifik, dimana jika ada patogen atau antigen yang masuk ke
dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan
signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada
dilatasi(pelebaran) pembuluh darah dan akhirnya pecah. Sel darah putih jenis
neutrofil,acidofil dan monosit keluar dari pembuluh darah akibat gerak yang
dipicu oleh senyawa kimia(kemokinesis dan kemotaksis). Karena sifatnya
fagosit,sel-sel darah putih ini akan langsung memakan sel-sel asing tersebut.
Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika yang dimakan
adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja
membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan
pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan
bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun
bagi si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian
tubuh mikroba. Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak
berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain : paru-paru(alveolar
macrophage), hati(sel-sel Kupffer), ginjal(sel-sel mesangial), otak(sel–sel
microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada nodus dan spleen.
Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besar. Sel ini
akan menempatkan diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim penghancur
dari granul-granul sitoplasma yang dimiliki. Selain leukosit, protein
antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen. Protein antimikroba yang
paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem komplemen
yang berperan penting dalam proses pertahan non spesifik dan spesifik serta
interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang
berfungsi menghambat produksi virus pada sel-sel tetangga. Bila patogen
berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen tersebut akan
segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.
2.
Sistem Kekebalan
Tubuh Spesifik
Ada 2 jenis kekebalan tubuh yang berperan pada
kekebalan yang spesifik ini yaitu kekebalan selular dan kekebalan humoral.
Kekebalan ini hanya berperan pada kuman/zat asing yang sudah dikenal artinya
bila jenis kuman/zat asing tersebut sudah lebih dari satu kali masuk ke dalam
tubuh manusia. Salah satunya adalah pengenalan melalui vaksinasi yang risikonya
jauh lebih kecil dibanding kena panyakit yang sesungguhnya.
a)
Kekebalan
Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas
sel B dan antibodi yang beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika suatu
antigen masuk ke dalam tubuh untuk pertama kalinya, sel B pembelah akan membentuk
sel B plasma dan sel B pengingat. Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang
berfungsi mengikat antigen. Dengan demikian, makrofag akan lebih mudah
menangkap dan menghancurkan patogen. Setelah infeksi berakhir, sel B plasma
akan mati, sedangkan sel B pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama.
Serangkaian respons terhadap patogen ini disebut respons kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali
ke dalam tubuh, sel B pengingat akan mengenalinya dan menstimulasi pembentukan
sel B plasma. Sel B plasma berfungsi memproduksi antibodi. Respons tersebut
dinamakan respons kekebalan sekunder. Respons kekebalan sekunder terjadi lebih
cepat dan lebih besar dibandingkan respons kekebalan primer. Hal ini
dikarenakan adanya memori imunologi, yaitu kemampuan sistem imun untuk
mengenali antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh. Perhatikan gambar berikut!
b)
Kekebalan
Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang
bertugas menyerang sel-sel asing atau jaringan tubuh yang terinfeksi secara
langsung. Ketika sel T pembunuh kontak dengan antigen pada permukaan sel asing,
sel T pembunuh akan menyerang dan menghancurkannya dengan cara merusak membran
sel asing. Apabila infeksi telah berhasil ditangani, sel T supresor akan
menghentikan respons kekebalan dengan cara menghambat aktivitas sel T pembunuh
dan membatasi produksi antibodi.
Pertahanan Spesifik: Imunitas
Diperantarai Antibodi
Untuk respon imun yang diperantarai
antibodi, limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B akan melalui
2 proses yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder.Jika sel limfosit B
bertemu dengan antigen dan cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan
menghasilkan beberapa sel limfosit B. Semua Limfosit b segera melepaskan
antibodi yang mereka punya dan merangsang sel Mast untuk menghancurkan antigen
atau sel yang sudah terserang antigen untuk mengeluarkan histamin. 1 sel
limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk menyimpan antibodi yang sama sebelum
penyerang terjadi. Limfosit B yang tersisa ini disebut limfosit B memori.
Inilah proses respon imun primer. Jika suatu saat, antigen yang sama menyerang
kembali, Limfosit B dengan cepat menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B
daripada sebelumnya. Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast
mengeluarkan histamin untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B
dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini
menyebabkan kenapa respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun
primer
Suatu saat, jika suatu individu lama
tidak terkena antigen yang sama dengan yang menyerang sebelumnya, maka bisa
saja ia akan sakit yang disebabkan oleh antigen yang sama karena limfosit B
yang mengingat antigen tersebut sudah mati. Limfosit B memori biasanya berumur
panjang dan tidak memproduksi antibodi kecuali dikenai antigen spesifik. Jika
tidak ada antigen yang sama yang menyerang dalam waktu yang sangat lama, maka
Limfosit b bisa saja mati, dan individu yang seharusnya bisa resisten terhadap
antigen tersebut bisa sakit lagi jika antogen itu menyerang, maka seluruh
proses respon imun harus diulang dari awal.
Pertahanan Spesifik:Imunitas
Diperantarai Sel
Untuk respon imun yang diperantarai sel,
Limfosit yang berperan penting adalah limfosit T. Jika suatu saat ada patogen
yang berhasil masuk dalam tubuh kemudian dimakan oleh suatu sel yang tidak
bersalah(biasanya neutrofil), maka patogen itu dicerna dan materialnya ditempel
pada permukaan sel yang tidak bersalah tersebut. Materi yang tertempel itu
disebut antigen. Respon imun akan dimulai jika kebetulan sel tidak bersalah ini
bertemu dengan limfosit T yang sedang berpatroli, yaitu sel tadi mengeluarkan
interleukin 1 sehingga limfosit T terangsang untuk mencocokkan antibodi dengan
antigennya. Permukaan Limfosit T memiliki antibodi yang hanya cocok pada salah
satu antigen saja. Jadi, jika antibodi dan antigennya cocok, Limfosit T ini,
yang disebut Limfosit T pembantu mengetahui bahwa sel ini sudah terkena antigen
dan mempunyai 2 pilihan untuk menghancurkan sel tersebut dengan patogennya.
Pertama, Limfosit T pembantu akan lepas dari sel yang diserang dan menghasilkan
senyawa baru disebut interleukin 2, yang berfungsi untuk mengaktifkan dan
memanggil Limfosit T Sitotoksik. Kemudian, Limfosit T Sitotoksik akan
menghasilkan racun yang akan membunuh sel yang terkena penyakit tersebut.
Kedua, Limfosit T pembantu bisa saja mengeluarkan senyawa bernama perforin
untuk membocorkan sel tersebut sehingga isinya keluar dan mati.
Berdasarkan cara memperolehnya,
kekebalan tubuh dibedakan menjadi dua, yaitu kekebalan tubuh aktif dan
kekebalan tubuh pasif.
1.
Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang
dihasilkan oleh tubuh itu sendiri. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami
dan secara buatan. Kekebalan aktif alami diperoleh setelah seseorang mengalami
sakit akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh dari sakit, orang
tersebut akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Sebagai contoh, orang
yang pernah sakit campak tidak akan terkena penyakit tersebut untuk kedua
kalinya. Adapun kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi. Vaksinasi
adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh.
Vaksin merupakan siapan antigen yang
diberikan secara oral (melalui mulut) atau melalui suntikan untuk merangsang
mekanisme pertahanan tubuh terhadap patogen. Vaksin dapat berupa suspensi
mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin juga dapat berupa
toksoid atau ekstrak antigen dari suatu patogen yang telah dilemahkan. Vaksin
yang dimasukkan ke dalam tubuh akan menstimulasi pembentukan antibodi untuk
melawan antigen. Akibatnya, tubuh akan menjadi kebal terhadap penyakit jika
suatu saat penyakit tersebut menyerang.
2.
Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang
diperoleh setelah menerima antibodi dari luar. Kekebalan ini dapat diperoleh
secara alami dan buatan. Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi
setelah menerima antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di
dalam kandungan. Jenis kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian air
susu pertama (kolostrum) yang mengandung banyak antibodi.
Sementara itu, kekebalan pasif buatan
diperoleh dengan cara menyuntikkan antibodi yang diekstrak dari satu individu
ke tubuh orang lain sebagai serum. Kekebalan pasif ini berlangsung singkat,
tetapi berguna untuk penyembuhan secara cepat. Contoh pemberian serum antibisa
ular pada orang yang dipatuk ular berbisa.
C.
Definisi Vaksin
Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan
vaccinia (cacar sapi). Vaksin adalah suatu bahan yang di yakini dapat
melindungi orang terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus dan bakteri
patogen yang disiapkan untuk di suntikan kedalam tubuh sehingga dapat membantu
memerangi penyakit yang lebih ganas atau di dapat secara alami. Tujuan utama
vaksin adalah merangsang pembentukan antibody dengan konsentarasi yang cukup
tinggi untuk menghilangkan perjalanan pathogen, sehingga mencegah mereka yang
mendapat kan vaksinasi dari tejangkitnya penyakit.
Tujuan pemberian vaksin adalah merangsang imunitas
seluler maupun humoral seperti yang layak nya timbul sebagai reaksi terhadap
suatu infeksi alamiyah. Bila seseorang yang sudah di vaksinasi mengalami infeksi
yang tidak menentu dan mungkin sekali serius gejalanya akan lebih ringan atau
sama sekali tanpa manifestasiklinis. Vaksinasi menghindarkan efek-efek serius
yang di akibat kan oleh mikroba yang virulen penuh.
Oleh karena itu, vaksin merupakan salah satu senjata
yang paling ampuh dalam ilmu kedokteran prevektif terhadap penyakit infeksi.
Kemungkinan dari vaksin hidup yang telah diperlemah adalah mempertahan kan
keadaan yang setabil ini tanpa kekewatiran bahwa mikroba tersebut melalui
proses mutasi menjadi virulen kembali.
Penggolongan vaksin dapat di golongkan berdasarkan
jenis, viabilitas, komposisi dan cara pembuatanyan. Jenis mikroba dalam vaksin
menghasil kan :
1.
Vaksin
bacterial, yang terdiri dari bakteri hidup yang di lemah kan atau diinaktifkan,
polisakarida dari kapsel fragmennya yang memiliki sifat antigen.
2.
Vaksin viral,
yang terdiri dari vaksin hidup yang di lemah kan atau diinaktifkan, juga
fragmen yang memiliki sifat antigen.
3.
Vaksin parasite,
yaitu terdiri dari suatu protein yang terdapat di protein yang terdapat di
permukaan sporozoid Plasmodium falciparum ( vaksin malaria, eksperimental ).
Sejarah Vaksin
Vaksin awal mula ditemukan sekitar abad ke-7 ,
seketika sekelompok orang Buddhis memutuskan bahwa mereka bisa menjadi imun
terhadap efek dan racun ular dengan minuman suatu bahan yang sangat bau. Pada
tulisan Cina pada abad ke-16 , dijelaskan bagaimana orang mengkontakan diri
dengan cacar air yaitu dengan menempatkan bubuk kerak dari anak-anak yang
terinfeksi ke dalam hidung anak-anak yang sehat. Mereka berpikir bahwa mereka bisa membantu
mencegah suatu penyakit atau kondidi dengan mengkontakkan diri dengan sebentuk
bahan yang menjadi penyebabnya. Tetapi pada saat itu mereka belum
sepenuhnyamemahami apa yang mereka lakukan.
Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menemukan bahwa
pengkontakkan dengan penyakit hewan cacar sapi, membuat orang imun terhadap
penyakit cacar air manusia yang mematikan. Ini adalah konsep yang pada saat itu
dianggap membantu meyelamatkan manusia, juga menghadirkan kemungkinan bahwa ada
penyakit lain yang juga ditularkan bersamaan dengan virus yang dimasukan.
Diantara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada
tahun 1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk
manusia ditahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, memilih masalah ini.
Pada saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu
penggunaan bentuk virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi.
Pasteur menemukan bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat
efektif dalam mencegah penyakit.
Sekarang ini Vaksin atenuasi digunakan secara luas.
Protes terhadap pemakaian vaksin juga bukan suatu pemakaian yang baru. Ketika
Pasteur memperkenalkan Vaksin rabiesnya untuk manusia di tahun 1885, baik para
dokter maupun masyarakat memprotes penggunaannya. Pada pergantian abad, tentara
inggris yang berperan diperang Boer di Afrika Selatas memproses keras suntikan
melawan penyakit tifoid yang berbahaya. Pada dekade berikutnya berikutnya rasa
takut pada polio begitu besar, sehingga imunisasi massal dengan suntikan vaksin
salk yang dimualai th 1955 disambut terbuka. Tetapi ternyata Vaksin salk tidak
bisa memberikan perlindungan penuh terhadap virus polio , sehingga dikenalkan
Vaksin hidup oral dari sabin tahun 1961, yang menawarkan imunitas yang lebih
luas. Sekarang ini vaksin oral tidak bisa lagi dianjurkan karena telah terbukti
menyebabkan polio pada beberapa penerimanya dan orang-orang yang berkontak
akrab dengan mereka yang baru divaksinisasi. Sejarahnya masih terus berjalan, vaksin baru dan formula baru dari vaksin yang
sudah ada masih terus dikembangkan hingga sat ini.
D.
Jenis-Jenis Vaksin
1.
Live Attenuated
Vaccine
Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus
yang sudah dilemahkan daya virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang
berulang-ulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip
dengan infeksi alamiah. Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu :
a)
Vaksin dapat
tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun sehingga diberikan
dalam bentuk dosis kecil antigen
b)
Respon imun yang
diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak perlu dosis berganda
c)
Dipengaruhi oleh
circulating antibody sehingga ada efek netralisasi jika waktu pemberiannya
tidak tepat.
d)
Vaksin virus
hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
e)
Dapat
menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah
f)
Mempunyai
kemampuan proteksi jangka panjang dengan keefektifan mencapai 95%
g)
Virus yang telah
dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosisi asli dan berperan
sebagai imunisasi ulangan
Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin
TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan cacar air (varisela).
2.
Inactivated
Vaccine (Killed Vaccine)
Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan
dengan zat kimia (formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh
bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau
toksoidnya saja. Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu :
a)
Vaksin tidak
dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan dalam bentuk
antigen
b)
Respon imun yang
timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan
imunitas seluler
c)
Titer antibodi
dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis
pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu dan
menyiapkan system imun, respon imunprotektif baru barumuncul setelah dosis
kedua dan ketiga
d)
Tidak
dipengaruhi oleh circulating antibody
e)
Vaksin tidak
dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
f)
Tidak dapat
menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah
Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin
polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan
vaksin demam tifoid.
3.
Vaksin Toksoid
Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang
menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah.
Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan bahan
toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu
merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif
selama satu tahun.
Bahan ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan
antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya.
Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus
4.
Vaksin Acellular
dan Subunit
Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus
atau bakteri dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui
rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe. Contoh vaksin
hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin Influenza.
5.
Vaksin Idiotipe
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab
(fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B
mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe
yang dapat bertindak sebagai antigen.
Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus
melalui netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.
6.
Vaksin
Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein
virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel
prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli,
yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan
vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor
untuk membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen
untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia
dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi
yang baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme
yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan
penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.
7.
Vaksin DNA
(Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin
yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen
tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa
untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah
disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak
berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang
dikodenya.
Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens
nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler.
Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang
patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukkan
bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang
cukup kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan
E.
Macam – Macam Vaksin
1.
BCG (Bacillus
Calmette Guerin)
Pengertian : Vaksin ini adalah vaksin bentuk beku
kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan
(Bacillus Calmette Guerin = BCG ) . pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG
mengandung kuman BCG (Bacillus Calmette guerin) yang masih hidup. Jenis kuman
TBC ini telah dilemahkan.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
TBC
Cara pemberian dosis :
a)
Sebelum
disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCl 0,9%.
Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril dengan jarum panjang.
b)
Dosis pemberian
0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk bayi.
Waktu pemberian : Imunisasi BCG sebaiknya dilakukan
ketika bayi baru lahir sampai berumur 2 bulan. Pada anak yang berumur lebih
dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji Mantoux sebelum imunisasi BCG.
Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya
hasil uji Mantoux positif, anak tersebut selayaknya tidak mendapat imunisasi
BCG. Tetapi bila imunisasi BCG akan dilakukan secara massal (misalnya di sekolah,
RT/RW, perusahaan, pabrik), maka pemberian suntikan BCG dilaksanakan secara
langsung tanpa uji Mantoux terlebih dahulu. Hal ini dilakukan mengingat
pengaruh beberapa faktor, seperti segi teknis penyuntikan BCG, keberhasilan
program imunisasi, segi epidemiologik dan lain-lain. Penyuntikan BCG tanpa
dilakukan uji Mantoux pada dasarnya tidaklah membahayakan. Namun seandainya
orang tua merasa bimbang karena anak anda dengan tidak terduga mendapat
imunisasi BCG di sekolah, sebaiknya bertanya kepada dokter atau petugas
kesehatan lain. Dan Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita
demam. Bila ia demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan
lain. Untuk hal ini dianjurkan agar berkonsultasi dahulu dengan dokter.
Kontra indikasi : Adanya penyakit kulit yang berat/
menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya. Mereka yang sedang
menderita TBC.
Efek samping : Pada imunisasi BCG jarang dijumpai
efek samping. Mungkin terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang
terbatas dan biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat. Bila suntikan BCG
dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar terdapat di ketiak atau leher
bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar di
selangkangan. Komplikasi pembengkakan kelenjar ini biasanya disebabkan arena
teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan terlalu dalam. Dalam
masalah komplikasi yang ringan ini, bila terdapat keraguan dipersilahkan anda
berkonsultasi dengan dokter. Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG,
kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau menunjukkan uji Mantoux positif.
2.
TT (Tetanus
Toxoid)
Pengertian : Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung
Toksoid Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml
aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis
0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU.
Indikasi : Vaksin TT dipergunakan untuk pencegahan
tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan
juga untuk pencegahan tetanus.
3.
Vaksin DPT
(Difteriaa, Pertusis, Tetanus)
Deskripsi : Manfaat pemberian imunisasi vaksin ini
ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap
penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Dalam peredaran di
pasaran terdapat 3 jenis kemasan vaksin ketiga penyakit ini. Anda dapat
memperolehnya dalam bentuk kemasan tunggal khususnya bagi tetanus, dalam bentuk
kombinasi DT (difteria dan tetanus), dan kombinasi DPT (dikenal pula sebagai
vaksin tripel).
Waktu pemberian : Imunisasi dasar diberikan 2-3
kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan jarak waktu antara 2 penyuntikan 4-6
minggu. Imunisasi dasar dengan 3 kali penyuntikan lebih baik daripada dengan 2
kali penyuntikan. Untuk imunisasi massal (di sekolah, RT/RW), biasanya cukup
diberikan 2 kali penyuntikan. Imunisasi ulang lazimnya diberikan ketika anak
berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun (sebelum masuk sekolah dasar),
dan menjelang umur 10 tahun (sebelum keluar Sekolah Dasar), masing-masing hanya
diberi 1 kali suntikan.
Efek samping : Reaksi yang mungkin terjadi biasanya
demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama 1 – 2 hari.
Kadang-kadang terdapat akibat samping yang lebih berat, seperti demam tinggi
atau kejang, yang biasanya disebabkan oleh unsur pertusisnya.
Kontra indikasi : Imunisasi DPT tidak boleh
diberikan kepada anak yang sakit parah, pernah menderita kejang atau pada
penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imunologik). Sakit batuk, pilek, demam
atau diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan indikasi kontra yang mutlak.
Dokter akan mempertimbangkan pemberian imunisasi, seandainya anak anda sedang
menderita sakit ringan.
4.
Diptheria
Deskripsi : Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman
difteri yang telah dilemahkan Biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan
vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis
dalam bentuk vaksin DPT.
Penyakit difteri disebabkan oleh sejenis bakteria
yang disebut Corynebacterium diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah
menular. Seorang anak akan terjangkit difteri bila ia berhubungan langsung
dengan anak lain sebagai penderita difteri atau sebagai pembawa kuman
(carrier), yaitu dengan terhisapnya percikan udara yang mengandung kuman. Bila
anak nyata menderita difteri dapat dengan mudah dipisahkan. Tetapi seorang
carrier akan tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya yang belum pernah
mendapat imunisasi akan tertular penyakit difteri yang diperoleh dari temannya
sendiri yang menjadi carrier. Anak yang terjangkit difteri akan menderita demam
tinggi. Selain itu pada tonil (amandel) atau tenggorok terlihat selaput putih
kotor. Dengan cepat selaput ini meluas ke bagian tenggorok sebelah dalam dan
menutupi jalan nafas, sehingga anak seolah-olah tercekik dan sukar bernafas.
Kegawatan lain pada difteri ialah adanya racun yang dihasilkan oleh kuman
difteri. Racun ini dapat menyerang otot jantung, ginjal dan beberapa serabut
saraf. Kematian akibat difteri sangat tinggi; biasanya disebabkan anak
“tercekik” oleh selaput putih pada tenggorok atau karena lemah jantung akibat
racun difteri yang merusak jantung.
Waktu pemeberian : Pemberian Vaksin difteri biasanya
dilakukan bersama-sama dengan tetanus (Vaksin DT) dan batuk rejan (vaksin DPT),
sejak bayi berumur 2 bulan (lihatlah jadwal imunisasi hal. 61). Mula-mula
diberikan dalam bentuk imunisasi dasar sebanyak 2-3 kali suntikan dengan jarak
waktu antara 2 suntikan 4-6 minggu. Kemudian disusul dengan imunisasi ulang
pada umur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun.
Imunisasi ulang sewaktu diperlukan juga bila anak anda berhubungan dengan anak
lain yang menderita difteri. Jadi bila anak terjangkit difteri, maka anak lain
yang tinggal serumah harus mendapat imunisasi ulang meski pun belum waktunya.
Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-95%.
Eek samping : Reaksi pada vaksin ini jarang terjadi,
mungkin hanya berupa demam ringan selama 1-2 hari.
Kontra indikasi : Hanya pada anak yang menderita
demam tinggi atau sakit parah
5.
Diptheria
Tetanus (DT)
Pengertian : Vaksin DT adalah vaksin yang mengandung
Toksoid Difteri dan Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3
mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.
Potensi komponen vaksin per dosis sedikitnya 30 IU (International Unit) untuk
potensi Toksoid Difteri dan sedikitnya 40 IU untuk potensi Toksoid Tetanus.
Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus. Misalnya
anak yang diperbolehkan atau tidak lagi memerlukan imunisasi pertusis, tetapi
masih memerlukan imunisasi difteria atau tetanus. pemberian imunisasi dasar dan
ulangan sama dengan pada imunisasi DPT.
Efek samping : Hanya berupa demam ringan dan
pembengkakan lokal di tempat suntikan selama 1 – 2 hari. Hanya diberikan pada
anak yang sakit parah atau sedang menderita demam tinggi. Dengan pengawasan
dokter, anak yang pernah kejang masih dapat diberikan imunisasi DT.
6.
Poliomielitis
Deskripsi : Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3)
yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam amino, antibiotik, calf
serum dalam magnesium klorida dan fenol merah. Vaksin Oral Polio hidup adalah
Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2
dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal
kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang
masing-masing mengandung virus polio tipe I, II dan III, yaitu:
a)
Vaksin yang
mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin Salk).
Cara pemberian vaksin ini ialah dengan penyuntikan.
b)
Vaksin yang
mengandung virus polio tipe I, II, dan II yang masih hidup, tetapi dilemahkan
(vaksin Sabin). Cara pemberiannya ialah melalui mulut dalam bentuk pil atau
cairan.
Di Indonesia yang lazim diberikan ialah vaksin jenis
Sabin. Kedua jenis vaksin tersebut mempunyai kebaikan dan kekurangannya.
Kekebalan yang diperoleh sama baiknya. Karena cara pemberiannya lebih mudah
melalui mulut, maka lebih sering dipakai jenis Sabin. Di beberapa negara
dikenal “Tetra vaccine” yang mengandung 4 jenis vaksin, yaitu kombinasi DPT dan
polio, cara pemberiannya dengan suntikan.
Poliomielitits ialah penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh virus polio. Virus polio akan merusak bagian anterior (bagian
muka) susunan saraf tulang belakang. Gejala yang umum dan mudah dikenal ialah
anak mendadak menjadi lumpuh pada salah satu anggota geraknya, setelah ia
menderita demam selama 2-5 hari. Bila kelumpuhan itu terjadi pada otot
pernafasan, mungkin anak akan meninggal karena sukar bernafas. Penyakit ini
dapat langsung menular dari seorang penderita polio atau dengan melalui
makanan.
Indikasi : Vaksin diberikan untuk mendapatkan
kekebalan terhadap penyakit poliomielitis.
Waktu pemberian : Imunisasi polio yang harus
diberikan sesuai dengan rekomandasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4
kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun dan
usia 15 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah. Vaksin polio terdiri dari 2
jenis , yaitu Vaksin Virus Polio Oral (Oral Polio Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio
Inactivated (Inactived Poliomielitis Vaccine). Vaksin dasar diberikan ketika
anak berumur 2 bulan, sebanyak 2-3 kali. Jarak waktu antara 2 pemberian ialah
4-6 minggu. Sevaksinasi diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang
umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun (lihatlah jadwal imunisasi, hal 61).
Vaksin polio dapat diberikan bersama dengan vaksin DPT. Pada pemberian vaksin
polio perlu diperhatikan bayi yang masih mendapat ASI. Karena ASI mengandung
zat anti terhadap polio, maka dalam waktu 2 jam setelah minum vaksin polio bayi
tersebut tidak diberi ASI dahulu. Zat anti yang terdapat dalam ASI akan
menghancurkan vaksin polio, sehingga imunisasi polio menjadi gagal. Sebenarnya
masalah ini masih dipertentangkan. Pada saat ini, banyak sarjana berpendapat
bahwa tidak ada pengaruh ASI terhadap imunisasi polio. ASI dapat diberikan
seperti biasa, karena sifat dan jenis antibodi pada ASI.Kekebalan Daya proteksi
vaksin polio sangat baik, yaitu sebesar 95-100%.
Akibat tidak diberi vaksin : Akibat dari tidak di
lakukan vaksin poliomyelitis yaitu Kelumpuhan permanen, bisa pada tungkai, baik
kaki maupun tangan. Kelumpuhan berat, misalnya pada otot pernapasan. Pada
kondisi ini, biasanya pasien membutuhkan alat bantu napas.
Efek samping : Reaksi Vaksin biasanya tidak ada,
mungkin pada bayi akan terdapat berak-berak ringan dan Efek samping Pada vaksin
polio hampir tidak terdapat efek samping. Bila ada, mungkin berupa kelumpuhan
anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya.
Kontra indikasi : Pada anak dengan diare berat atau
yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan. Demikian pula
pada anak yang menderita penyakit defisiensi kekebalan tidak diberikan polio.
Alasan untuk tidak memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat ialah kemungkinan
terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek,
demam atau diare ringan, imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.
7.
Campak (Morbili)
Deskripsi : Vaksin campak merupakan vaksin virus
hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000
infective unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu
kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku
kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara
terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk
vaksin campak. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam
bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering di kombinasi dengan
vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubela (campak Jerman). Di Amerika Serikat
kemasan terakhir ini dikenal dengan nama MMR (Measles Mumps-Rubela Vaccine).
Bayi yang baru lahir telah mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak
dari ibunya ketika ia dalam kandungan. Makin lanjut umur bayi, makin berkurang
kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur 6 bulan biasanya bayi itu tidak
mempunyai kekebalan pasif lagi. Dengan adanya kekebalan pasif ini sangatlah
jarang seorang bayi menderita campak pada umur kurang dari 6 bulan.
Indikasi : Vaksin ini diberikan untuk mendapat
kekebalan terhadap penyakit campak secar aktif.
Cara pemberian dan dosis :
a)
Sebelum
disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut
steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest.
b)
Dosis pemberian
0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11 bulan. Dan
ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up campaign Campak pada anak Sekolah
Dasar kelas 1-6.
c)
Vaksin campak
yang sudah dilarutkan hanya boleh
digunakan maksimum 6 jam.
Waktu pemberian : Menurut WHO (1973) imunisasi
campak cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan.
Lebih baik lagi setelah ia berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan yang
diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi lagi. Di
Indonesia keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan sering
dijumpai bayi menderita penyakit campak ketika ia berumur antara 6-9 bulan,
jadi pada saat sebelum ketentuan batas umur 9 bulan untuk mendapat vaksinasi
campak seperti yang dianjurkan WHO. Dengan memperhatikan kejadian ini,
sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan sebelum bayi berumur 9 bulan,
misalnya pada umur antara 6-7 bulan ketika kekebalan pasif yang diperoleh dari
ibu mulai menghilang. Akan tetapi kemudian ia harus mendapat satu kali suntikan
ulang setlah berumur 15 bulan. Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi,
yaitu 96-99%. Menurut penelitian, kekebalan yang diperoleh ini berlangsung
seumur hidup, sama langgengnya dengan kekebalan yang diperoleh bila anak
terjangkit campak secara alamiah.
Efek samping : Biasanya tidak terdapat reaksi akibat
imunisasi. Mungkin terjadi demam ringan dan nampak sedikit bercak merah pada
pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan. Mungkin pula
terdapat pembengkakan pada tempat suntikan. Dan untuk efek saampingnya Sangat
jarang, mungkin terdapat kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke
10-12 setelah penyuntikan. Selain itu dapat terjadi radang otak, berupa
ensefalitis atau ensefalopati, dalam waktu 30 hari setelah imunisasi. Tetapi
kejadiannya sangat jarang, yaitu 1 diantara 1 juta suntikan. Angka ini jauh
lebih rendah dibandingkan dengan kejadian radang otak akibat penyakit campak alamiah
yang sebesar 1 diantara 250 kasus. Dengan demikian risiko untuk terjadinya
radang otak akibat infeksi alamiah 2.500 kali lebih besar daripada akibat.
Kontra indikasi : Menurut WHO (1963), indikasi
kontra hanya berlaku terhadap anak yang sakit parah, yang menderita TBC tanpa
pengobatan, atau yang menderita kurang gizi dalam derajat berat. Vaksinasi
campak sebaiknya juga tidak diberikan pada anak dengan penyakit defisiensi
kekebalan. Juga tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit keganasan atau
sedang dalam pengobatan penyakit keganasan. Karena belum terkumpulnya cukup
informasi ilmiah, sebaiknya imunisasi campak pada ibu hamil ditangguhkan. Pada
anak yang pernah kejang, imunisasi campak dapat diberikan seperti biasanya,
asalkan dengan pengawasan dokter.
Akibat tidak diberi vaksin : Jika tidak di lakukan
vaksin bisa menyebabkan Penyakit campak bisa berdampak pada radang paru-paru
atau radang otak, jika panasnya terlalu tinggi bisa menyebabkan kematian.
8.
Hepatitis-B (DNA
recombinant)
Deskripsi : Vaksin Hepatitis B Rekombinan adalah
vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasi dan bersifat non-infectious,
berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha)
menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspensi berwarna
putih yang diproduksi dari jaringan sel ragi yang mengandung gen HBsAg, yang
dimurnnikan dan diinaktivasi melalui beberapa tahap proses fisiko kimia seperti
ultrasentrifuse,kromatografi kolom, dan perlakuan dengan formaldehid. Vaksinasi
dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B.
Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal dengan nama penyakit lever. Setelah diteliti
bahwa virus hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit lever
tadi. Vaksin terbuat dari plasma carrier hepatitis B yang sehat dengan cara
pengolahan tertentu. Dari bahan plasma tersebut dapat dipisahkan dan dimurnikan
bagian virus yang dapat dipakai dalam pembuatan vaksin lebih lanjut. Di
kalangan masyarakat dikhawatirkan pemakaian vaksin yang terbuat dari plasma
karena adanya berita akibat samping berupa penyakit AIDS. Namun setelah
pemakaiannya yang lebih dari 10 tahun, ternyata tidak didapatkan adanya efek
samping yang berarti. WHO melaporkan pula bahwa pemakaian vaksin tersebut cukup
aman dan bebas dari penyakit AIDS. Virus hepatitis B yang masuk dalam tubuh
akan berkembang biak di dalam jaringan hati dan kemudian merusaknya. Gejala
utama penyakit hepatitis ialah kekuningan pada mata, rasa lemah, mual, muntah,
tidak nafsu makan dan demam. Terhadap penyakit kanker terjadinya penularan
hepatitis B, di antaranya:
a)
Melalui tusukan
di kulit dan jaringan tubuh lainnya, misalnya dengan suntikan biasa, tusukan
anting, tato, akupunktur, goresan luka, tindakan operasi termasuk perawatan gigi.
b)
Pemindahan
cairan tubuh, misalnya melalui susu ibu, bersenggama, berciuman, tindakan
operasi
c)
Melalui darah
atau plasma waktu transfusi
d)
Selama masa
janin dengan melalui uri, meskipun penularan cara ini jarang terjadi.
Waktu pemberian : Vaksinisasi aktif dilakukan dengan
cara pemberian suntikan dasar sebanyak 2 atau 3 kali dengan jarak waktu 1
bulan. Selanjutnya dilakukan 1 kali imunisasi ulang dalam waktu 5-12 bulan
setelah imunisasi dasar. Revaksinasi berikutnya diberikan setiap 5 tahun. Cara
pemberian imunisasi dasar di atas mungkin berbeda, karena tergantung dari jenis
vaksin yang dibuat oleh pabrik. Misalnya imunisasi dasar dengan memakai vaksin
buatan Pasteur Prancis berbeda dengan penggunaan vaksin MSD Amerika Serikat. Di
samping itu perlu diberikan pula imunisasi pasif, khusus bagi bayi yang
dilahirkan dari seorang ibu yang mengidap virus hepatitis B. Caranya yaitu
dengan pemberian imunoglobulin khusus dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir.
Kemudian dalam waktu 7 hari berikutnya bayi ini harus sudah mendapat imunisasi
aktif dengan penyuntikan vaksin hepatitis B.
Mengingat daya tularnya yang tinggi dari ibu kepada
bayi, sebaiknya ibu hamil memeriksakan darahnya untuk pemeriksaan hepatitis B,
sehingga dapat dipersiapkan tindakan yang diperlukan menjelang kelahiran bayi.
Dari berbagai hasil penelitian, ternyata bahwa vaksinasi hepatitis B tidak
hanya perlu diberikan pada anak dan bayi baru lahir, tetapi juga pada orang
dewasa, khususnya mereka yang bertempat tinggal di suatu negara dengan angka
kejadian penyakit yang tinggi. Pemberian vaksinasi pun perlu dilaksanakan
terhadap karyawan kesehatan yang dalam pekerjaan sehari-harinya berhubungan
dengan penderita atau material manusia (darah, tinja, air kemih). Mereka itu
ialah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, pegawai laboratorium.
Selanjutnya dianjurkan pula pemberian vaksinasi terhadap turis yang akan
berwisata ke negara atau daerah endemik. Kekebalan Daya proteksi vaksin
hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94-96%.
Efek samping : Reaksi vaksin yang terjadi biasanya
berupa nyeri pada tempat suntikan yang mungkin disertai dengan timbulnya rasa
panas atau pembengkakan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi
lain yang mungkin terjadi ialah demam ringan. Efek samping Selama pemakaian 10
tahun ini, tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Berbagai suara di
masyarakat tentang kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS, merupakan
pemberitaan yang dibesar-besarkan. Dengan penelitian yang luas, WHO tetap
menganjurkan pelaksanaan imunisasi hepatitis B.
Kontra indikasi : Vaksin tidak dapat diberikan
kepada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi hepatitis B ini dapat
diberikan kepada ibu hamil dengan nama aman dan tidak akan membahayakan janin.
Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu
maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.
9.
Vaksin Tipa
(tifus, paratifus A-B-C)
Indikasi : Vaksin ini diberikan untuk memperoleh
kekebalan aktif terhadap penyakit tifus dan paratifus. Vaksinasi ini tidak
dimasukkan dalam prioritas Departemen Kesehatan untuk Program Pengembangan
Imunisasi, walaupun kejadian penyakit tifus dan paratifus di Indonesia masih
tinggi. Kebijakan ini didasarkan pertimbangan karena penyakit tersebut pada
anak tidak berbahaya dan jarang menimbulkan komplikasi. Berlainan sekali dengan
pada orang dewasa yang tidak jarang dapat menimbulkan kematian. Namun demikian
tetap dianjurkan untuk memberikan imunisasi tifus dan paratifus pada anak. Untuk bepergian ke beberapa negara pun masih
diperlukan keterangan vaksinasi terhadap tifus dan paratifus. Vaksinasi
dianjurkan pula bagi turis yang akan berkunjung ke negara tropis dengan
kejadian penyakit yang masih tinggi. Vaksin tipa mengandung bakteria Salmonela
typhi dan Salmonela paratyphi A-B-C yang telah dimatikan dengan memakai bahan
kimia. Vaksin ini masih diproduksi di dalam negeri oleh Perum, Biofarma,
Bandung.
Penyakit ini biasanya terjadi setelah anak berumur 2
tahun. Perjalanan penyakitnya tidak membahayakan. Tetapi sering mengkhawatirkan
orang tua karena gejala demamnya yang tinggi dan dapat berlangsung selama lebih
dari 1 minggu. Berlainan halnya dengan pada orang dewasa, komplikasi penyakit
tifus jarang terjadi pada anak. Penularan terjadi melalui mulut karena makanan
yang kurang bersih dan mengandung bakteria Salmonela. Pencegahan penularan
penyakit mengalami berbagai hambatan, di antaranya karena banyaknya carrier yang
merupakan sumber penularan penyakit. Sering terjadi seorang juru masak menjadi
biang keladi penularan, karena sebagai carrier dapat menyebarkan penyakit ke
seluruh anggota keluarga di rumah, kapal laut, asrama, rumah makan dan
sebagainya.
Waktu pemberian : Cara Vaksin/imunisasi dasar
diberikan sebanyak 3 kali, masing-masing pada umur 15 bulan, 16 bulan dan 17
bulan. Beberapa sarjana menyarankan agar vaksinasi diberikan setelah anak
berumur lebih dari 2 tahun, karena jarangnya kejadian penyakit ini pada anak
yang lebih muda. Revaksinasi dilakukan setiap
tahun dengan 1 kali suntikan , Revaksinasi juga diberikan pula bila
sewaktu-waktu ada wabah atau kontak dengan penderita serumah. Demikian pula
pada orang dewasa, revaksinasi hendaknya diberikan setiap 3 tahun. Cara
pemberian imunisasi adalah dengan penyuntikan “bawah kulit” pada lengan atas
atau dengan penyuntikan “dalam kulit” pada lengan bawah depan seperti halnya
suntikan pada uji Mantoux. Ada yang berpendapat bahwa suntikan pertama
dilakukan “bawah kulit” dan suntikan berikutnya “dalam kulit”.
Efek samping : Reaksi yang sering terjadi ialah
demam yang timbul 1 hari setelah penyuntikan. Demam ini dapat berlangsung
selama 1-3 hari. Sering pula dijumpai reaksi lokal berupa pembengkakan di
tempat suntikan disertai dengan rasa nyeri pada pergerakan. Dan gejala
menggigil dalam waktu 1 jam setelah penyuntikan. Keadaan menggigil ini biasanya
akan menghilang sendiri 15 menit kemudian. Pada penyuntikan “dalam kulit”
reaksi tersebut di atas terjadi dalam bentuk yang lebih ringan dan biasanya
tidak disertai adanya reaksi menggigil. Reaksi yang dijumpai pada penyuntikan
“dalam kulit” biasanya hanya reaksi kemerahan kulit di tempat suntikan. Bila
terjadi demam tinggi dapat diberikan obat penawar panas, seperti parasetamol,
biogesic, tempra dan sebagainya. Pada tekanan menggigil dapat diberikan selimut
dan ujung tangan/kaki digosok dengan minyak kayu putih atau minyak gandapura.
Kompres dengan air hangat dapat diberikan untuk reaksi kemerahan kulit pada
tempat suntikan. Jarang terjadi efek samping imunisasi.
Kontra indikasi : Bila vaksin diberikan tipa
diberikan kepada ibu hamil mungkin dapat menyebabkan keguguran atau kelahiran
bayi kurang bulan. Selain itu vaksinasi dapat menimbulkan kelainan jantung atau
kelainan jantung atau kelainan ginjal bila diberikan kepada mereka yang memang
sebelumnya telah berpenyakit jantung atau menderita kelainan
ginjal.Kekebalannya Daya lindung vaksinasi tifus dan paratifus cukup baik.
untukI ndikasi kontra Bagi anak pada dasarnya tidak ada indikasi kontra untuk
pemberian imunisasi tipa, kecuali pada anak yang panas tinggi atau sedang sakit
parah. Vaksinasi tipa hendaknya dilakukan secara berhati-hati dan dengan
pertimbangan khusus bila diberikan kepada ibu hamil atau mereka yang pernah menderita
penyakit jantung atau penyakit ginjal.
10.
Vaksin Gondong
(Bengok, Parotitis)
Indikasi : Pemberian vaksin bertujuan untuk
menimbulkan kekebalan terhadap penyakit gondong/bengok.
Deskripsi : Istilah asing untuk penyakit ini ialah
parotitis (Latin) atau mumps (Inggris). Penyakit ini disebabkan oleh sejenis
virus. Vaksin parotitis ini terbuat dari jenis virus gondong yang telah
dilemahkan. Penyakit gondong merupakan penyakit infeksi virus pada kelenjar air
liur. Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya, tetapi sewaktu-waktu dapat
memberikan komplikasi yang cukup serius. Komplikasi yang paling pembengkakan di
daerah pipi yang biasanya tidak nyeri tekan. Selain itu dapat timbul pula rasa
kurang enak badan yang tidak menentu, nyeri kepala dan rasa sakit bila menelan
atau bila mengeluarkan air liur. Penyakit ini akan mereda dan sembuh dalam
waktu 7-8 hari.
Waktu pemberian : vaksin diberikan pada anak berumur
lebih dari 12 bulan. Selain itu juga pada orang dewasa yang belum pernah
menderita penyakit gondong. Karena masih adanya kekebalan alamiah pasif dari
ibu, tidak dianjurkan pemberian imunisasi pada anak kurang dari 12 bulan.
Imunisasi cukup diberikan dengan 1 kali suntikan tanpa revaksinasi, bila
imunisasi dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 12 bulan. Kekebalan Daya
lindung vaksin gondong sangat baik, yaitu sebesar 97% pada anak dan 93% pada
orang dewasa.
Efek samping : Biasanya jarang terjadi reaksi
imunisasi. Bila ada dapat berupa kenaikan suhu ringan atau rasa sakit dan panas
pada tempat suntikan yang berlangsung selama 1-2 hari. Efek sampingnya pun
sangat jarang dijumpai. Bila ada,mungkin dapat berupa radang otak, timbulnya
bercak merah dan rasa gatal pada kulit.
Kontra indikasi : Sebaiknya vaksinasi tidak
dilakukan pada ibu hamil, karena belum lengkapnya informasi mengenai pengaruh
vaksin terhadap janin. Vaksinasi juga tidak diberikan pada penderita dengan
keganasan atau yang dalam pengobatan terhadap penyakit keganasan
11.
DPT – Hepatitis
B
Deskripsi : Vaksin mengandung DPT berupa toxoid
difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta
vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg
murni dan bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA
rekombinan yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA
rekombinan pada sel ragi.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
penyakit difteri, tetanus, pert usis dan hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis : Pemberian dengan cara
intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis
selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan). Dalam pelayanan di unit
statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan paling lama 4 minggu dengan
penyimpanan sesuai ketentuan:
a)
vaksin belum
kadaluarsa
b)
vaksin disimpan
dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
c)
tidak pernah
terendam air
d)
sterilitasnya
terjaga
e)
VVM (Vaksin Vial
Monitor) masih dalam kondisi A atau B
Efek samping : Reaksi lokal seperti rasa sakit,
kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi
bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
12.
Imunisasi Polio
Deskripsi : Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin
Polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3
(strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera
dan distabilkan dengan sukrosa.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
Poliomyelitis.
Cara pemberian dan dosis :
a)
Sebelum
digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.
b)
Diberilan secara
oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan
interval setiap dosis minimal 4 minggu.
c)
Setiap membuka
vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
d)
Di unit
pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2
minggu dengan ketentuan :
1)
vaksin belum
kadaluarsa
2)
vaksin disimpan
dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
3)
tidak pernah
terendam air
4)
sterilitasnya
terjaga
5)
VVM (Vaksin Vial
Monitor) masih dalam kondisi A atau B
Kontra Indikasi : Pada individu yang menderita
“immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian
OPV pada anak yang sedang sakit. Namun
jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan
dapat diberikan setelah sembuh. Bagi
individu yang terinfeksi oleh HIV (Human
Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi
OPV harus berdasarkan standar jadwal tertentu.Efek samping : Pada umumnya tidak
terdapat efek samping.
Efek samping : berupa paralysis yang disebabkan oleh
vaksin sangat jarang terjadi.
13.
Imunisasi
Hepatitis B
Deskripsi : Hepatitis B rekombinan adalah vaksin
virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infeksiosus,
berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha)
menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Indikasi :
a)
Untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
b)
Tidak dapat
mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang
diketahui dapat menginfeksi hati.
Cara pemberian dan dosis :
a)
Sebelum
digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
b)
Sebelum
disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu kamar.
c)
Vaksin
disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB.
d)
Vaksin
disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID, pemberian suntikkan
secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
e)
Pemberian
sebanyak 3 dosis.
f)
Dosis pertama
diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu
(1 bulan).
g)
Di unit
pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4
minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi
untuk hari berikutnya.
14.
Vaksin rubella
Pengertian : Vaksin rubella yaitu vaksin yang
ditekankan pada anak perempuan, karena jika nantinya anak itu dewasa menikah
lalu hamil dan terdapat virus rubela di dalam tubuhnya maka bisa berakibat
fatal pada janin yang dikandungnya.
Waktu pemberian : vaksin rubella dapat diberikan
kepada anak yang sistem kekebalan tubuhnya sudah berkembang yaitu pada usia 12
– 18 bulan. Bila pada usia tersebut belum diberikan, vaksinasi dapat dilakukan
pada usia 6 tahun. sedangkan vaksinasi dapat dilakukan pada usia 6 tahun.
Sedangkan vaksinasi ulangan di anjurkan pada usia 10 – 12 tahun atau 12 – 18
tahun (sebelum pubertas). Infeksi rubella, pada umumnya merupakan penyakit
ringan. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan
hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin.
Akibat tidak vaksin : Bila tidak dilakukan vaksin
dapat mengakibatkan katarak, tuli atau cacat
15.
Vaksin virus
influenza
Pengertian : Vaksin berisi dua subtipe A yaitu H3N2
dan H1N1, serta virus tipe B. Yang di gunakan untuk mencegah virus influenza
yang datang setiap tahun.
Waktu pemberian : Vaksin diberikan secara
intramuscular dengan dosis untuk umur 6-35 bulan 0,25 ml dan umur 3 tahun 0,5
ml. Anak-anak yang mendapat vaksin ini pada umur kurang dari 9 tahun, perlu
diberikan 2 dosis dengan jarak pemberian lebih dari 1 bulan. Vaksin influenza
tidak boleh untuk anak kurang dari 6 bulan. Vaksin ini dianjurkan untuk
diberikan setiap tahun pada anak usia 6 bulan sampai 18 tahun.
Akibat tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan
vaksin kemungkinan terserang influenza jika sistem kekebalan tubuhnya turun.
16.
Vaksin hepatitis
A
Pengertian : Yaitu vaksin yang di berikan untuk
melindungi batita dan anak-anak dari penyakit hepatitis A.
Waktu pemberian : Direkomendasikan pada umur >2
tahun, diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan.
Akibat tidak diberi vaksin : Bila tidak di berikan
vaksin hepatitis A bisa kemungkinan terjangkit virus hepatitis A, walaupun hal
tersebut tidak pasti. Yang paling rentang terkena virus ini jika tidak vaksin
yaitu Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan
risiko tinggi tertular hepatitis A.
17.
Vaksin hepatitis
B
Pengertian : Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus
recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non infeksius , berasal dari
HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan
teknologi DNA recombinan.
Waktu pemberian : HB-1 harus diberikan dalam waktu
12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status
HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml
bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui
dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif
maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
a)
1 bulan : Hb-2
diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
b)
6 bulan : HB-3
diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2
dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah)
HB PID, pemberian suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral
paha.
a)
Pemberian
sebanyak 3 dosis.
b)
Dosis pertama
diberikan pada usia 0-7 hari dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu
(1 bulan). Vaksin hepatitis B juga direkomendasikan untuk diberikan pada orang
dewasa. Dengan tiga kali pemberian, vaksin hepatitis B dapat memberikan
perlindungan sebanyak 90 %.
Akibat tidak diberi vaksin : Jika tidak di lakukan
vaksin hepatitis B, seseorang rentang terkena penyakit hepatitis B.
18.
Vaksin Varicella
Pengertian : Vaksin varicella yaitu vaksin yang di
gunakan untuk mencegah cacar air.
Waktu pemberian : Vaksin varicella diinjeksikan pada
usia 1 tahun atau lebih. Bila anak tidak menerimanya pada waktu tersebut, dapat
diberikan pada usia 11 – 12 tahun. Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan
belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi
varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13
tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun
atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah
menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8
minggu.
Akibat tidak diberi vaksin : Kepada orang yang belum
pernah mendapatkan vaksinasi cacar air dan memiliki resiko tinggi mengalami
komplikasi (misalnya penderita gangguan sistem kekebalan), bisa diberikan
immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster.
19.
Vaksin
retrovirus
Pengertian : Vaksin retrovirus adalah vaksin yang
digunakan untuk menurunkan agen penyakit yang dapat menyebabkan sindroma
penurunan kekebalan tubuh (Simian Acquired lmmunodeficiency Syndrome) pada
primata genus Macaca yang berasal dari Asia.
20.
Vaksin rabies
Pengertian : Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel
diploid yang berasal dari sel-sel paru janin kera rhesus diijinkan di AS tahun
1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh β- propiolakton dan dipekatkan oleh
adsorbsi dengan aluminium fosfat. Vaksin yang mencegah penyakit rabies, selain
itu vaksin ini bisa mencegah simian immunodeficiency virus (SIV), penyakit
kekebalan tubuh yang mirip dengan HIV.
Waktu pemberian : Vaksin di berikan jika seseorang
aktif menderita rabies / tergigit (terkontaminasi) dengan hewan yang terjangkit
rabies, maka harus di berikan vaksin rabies.
Akibat tidak diberi vaksin : Jika seseorang tidak di
berikan vaksin ini kemungkinan bisa terjangkit virus rabies.
21.
Vaksin
Pneumokokus
Persatuan kesehatan sedunia menempatkan penyakit
Pneumokokus yaitu penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin sebagai penyebab
no.1 kematian anak-anak di bawah umur 5 tahun di seluruh dunia.
Bakteri Pneumonia (Pneumokokus) dapat menyebabkan
penyakit Pneumokokus. Biasanya ditemukan di dalam saluran pernafasan anak-anak
yang disebarkan melalui batuk atau bersin.
Kini terdapat lebih dari 90 jenis Pneumokokus yang
diketahui, namun hanya lebih kurang 10% yang bisa menyebabkan penyakit yang
serius di seluruh dunia. Jenis 19A adalah bakteri yang muncul di dunia dan
dapat menyebabkan penyakit pneumokokus yang sangat serius dan resisten terhadap
antibiotik.
Pneumokokus menyerang beberapa bagian tubuh yang
berbeda, diantaranya adalah:
a)
Meningitis
(Radang selaput otak)
b)
Bakteremia
(infeksi dalam darah)
c)
Pneumonia
(infeksi Paru-paru)
d)
Otitis Media
(infeksi Telinga)
Penyakit Pnemokokus sangat serius dan dapat
menyebabkan kerusakan otak, ketulian, dan kematian.
22.
Vaksin Human
Papillomavirus (HPV)
Human Papilloma Virus secara umum menginfeksi
lapisan kulit yaitu pada keratinosit dan membran mukosa. Sebagian besar virus
jenis ini (ada lebih dari 200 virus) tidak menimbulkan gejala, tetapi sebagian
akan dapat menimbulkan gejala berupa kutil. Kutil ini dapat muncul dimana saja.
Virus ini juga telah terbukti memiliki hubungan dengan munculnya kanker cervix,
vulva, vagina, dan anus pada wanita dan sebagian lain kanker pada anus dan
penis laki-laki.
F.
Penanganan (Handling) dan Pengelolaan Vaksin
1.
Kerusakan Vaksin
Pada Suhu Di Bawah 0°c
Hep B, DPT-Hep B
|
-0,5 oC
|
Maks ½ Jam
|
DPT, TT, & DT
|
-5 oC s/d -10 oC
|
Maks 1,5 s/d 2 jam
|
(Thermo
Stability of Vaccines, WHO, 1998)
2.
Stabilitas
Vaksin Diluar Rantai Dingin
Kategori
|
+37
oC
|
+25
oC
|
+5
oC
|
Polio
|
2 Hari
|
-
|
225 Hari
|
DPT
|
14 Hari
|
90 Hari
|
3 Tahun
|
Hep B & TT
|
30 Hari
|
193 Hari
|
4 Tahun
|
Campak & BCG
|
7 Hari
|
45 Hari
|
2 Tahun
|
3.
Hal-Hal yang
perlu diperhatikan:
a)
Pengaruh Suhu:
Dapat menurunkan potensi dan efikasi vaksin, jika disimpan pada suhu yang tidak
sesuai.
b)
Pengaruh Sinar
Matahari: Usahakan agar vaksin tidak terkena sinar Matahari langsung, khususnya
untuk vaksin BCG.
c)
Pengaruh
Kelembaban: Apabila kemasannya sudah baik, maka pengaruh kelembaban sangat
kecil, misalnya menggunakan botol atau ampul yang tertutup kedap.
4.
Penyimpanan
Vaksin
a)
Cold Room: suhu
2 oC s/d 8 oC untuk vaksin BCG, Campak, DPT, TT, dan lain-lain.Suhu -20 oC
untuk vaksin Polio
b)
Pemantauan Suhu
secara berkala
c)
Pengaturan Stok
(Inventory Control)
d)
Diterapkan
aturan system First In First Out (FIFO System), Expire Date, dan VVM System
e)
Sebagai control
pengeluaran digunakan formulir Batch Delivery Record
f)
Pengeluaran
barang berdasarkan permintaan pengiriman dan Kapasitas gudang penerima.
5.
Pembekuan Saat
Penyimpanan
a)
Kesalahan Pada
Perawatan
1)
Thermostat pada
lemari es yang tidak berfungsi dengan benar
2)
Thermometer
pengukur suhu pada lemari es tidak valid
b)
Ketidaktahuan
Petugas (Human Error)
1)
Paradigma
petugas bahwa lebih dingin akan lebih baik
2)
Sering merubah
posisi thermostat
3)
Petugas Baru:
a.
Ketidaktahuan
sifat vaksin
b.
Ketidaktahuan
tata cara penyimpanan vaksin
c.
Ketidaktahuan
packaging vaksin
4)
Penyimpanan
vaksin yang padat sehingga tidak mempunyai ruang sirkulasi.
6.
Pembekuan Saat
Pengepakan Pada Vaksin Dtp, Tt, Dt, Dan Hb
Terjadi karena tidak mengikuti petunjuk, bahwa Cold
Pack harus dikeluarkan dulu dari freezer dan tunggu selama 30 menit sampai 1
jam baru kemudian masuk ke dalam box vaksin.
Yang terjadi di lapangan:
a)
Dengan alasan
karena waktu mendesak, tidak sempat melakukan aturan yang dianjurkan sehingga
cold pack dari freezer langsung masuk ke dalam box vaksin.
b)
Sehingga aturan
penggunaaan Cold Pack untuk Freeze Sensitive Vaccine di rubah menjadi Cool
Pack.
7.
Mencegah
Pembekuan Vaksin
a)
Lemari Es dengan
Buka Atas
1)
Selalu letakkan
vaksin yang peka pembekuan (DTP, TT, DT, Hep B, DTP-HB jauh dari evaporator.
2)
Beri jarak 1- 2
cm antar kotak vaksin untuk sirkulasi udara
3)
Letakkan
termometer dan Freeze-Tag di antara kotak vaksin yang peka pembekuan.
b)
Lemari Es Rumah
Tangga (Tidak direkomendasikan)
1)
Selalu letakkan
vaksin yang peka pembekuan (DTP, TT, DT, Hep B, DTP-HB) jauh dari evaporator.
2)
Jangan letakkan
vaksin di pintu.
3)
Beri jarak 1-2
cm antar kotak vaksin untuk sirkulasi udara.
4)
Letakkan
termometer dan freeze tag diantara kotak vaksin yang peka pembekuan.
5)
Selalu letakkan
botol berisi air (cool pack) di bagian bawah lemari es.
c)
Pemeliharaan
Lemari Es/Freezer
1)
Perawatan Harian
a.
Periksa dan
catat suhu lemari 3 x sehari pagi, siang, dan sore.
b.
Periksa kondisi
Freeze-Tag.
c.
Hindarkan
seringnya buka tutup pada lemari es.
d.
Bila suhu sudah
stabil antara 2-8 oC pada lemari es atau -15 s/d -25 oC pada freezer. Posisi
termostat jangan diubah-ubah dan agar diberi selotip.
2)
Perawatan
Mingguan
a.
Periksa
kestabilan bunga es pada dinding bagian dalam lemari es.
b.
Bersihkan bagian
luar lemari es untuk menghindari karat.
c.
Periksa steker
listrik pada stop kontak, jangan sampai kendor.
3)
Perawatan
Bulanan
a.
Bersihkan bagian
dalam lemari es.
b.
Bersihkan
kerapatan karet pintu.
c.
Bersihkan engsel
pintu, bila perlu diberi pelumas.
d.
Bersihkan karet
pintu, bila perlu beri bedak.
4)
Pencairan Bunga
Es
a.
Dilakukan
apabila ketebalan bunga es mencapai 0,5 cm.
b.
Pindahkan vaksin
ke dalam kotak vaksin atau lemari es lain.
c.
Cabut stop
kontak lemari es/freezer (jangan mematikan lemari es/freezer dengan memutar
termostat).
d.
Selama pencairan
bunga es, pintu lemari es/freezer harus tetap terbuka.
e.
Biarkan posisi
tersebut sampai bunga es mencair semuanya.
f.
Pencairan dapat
dipercepat dengan menyiram air hangat ke dalam lemari es. Jangan menggunakan
pisau atau benda tajam lainnya untuk mencongkel bunga es. Setelah cair,
bersihkan embun/uap air yang menempel pada dinding bagian dalam lemari es.
8.
Penanganan
Vaksin Bila Listrik Padam
a)
Jangan membuka
pintu lemari es/freezer.
b)
Periksa
termometer, pastikan suhu masih diantara 2 oC s/d 8 oC untuk lemari Es
(chiller) atau -15o s/d -25 oC untuk freezer.
c)
Hidupkan
generator.
d)
Apabila suhu
lemari es/chiller mendekati +8 oC masukkan coolpack secukupnya.
e)
Apabila suhu
freezer mendekati -15 oC masukkan cold pack secukupnya.
f)
Tindakan ini
hanya berlaku 2 x 24 jam.
g)
Selanjutnya
setelah 2 x 24 jam selamatkan vaksin dengan mengirim ke tempat lain yang bisa
menyimpan vaksin.
9.
Hal-Hal Yang
Perlu Diperhatikan Dalam Penanganan Vaksin
a)
Vaksin tidak
boleh dikeluarkan dari refrigerator/freezer kecuali untuk pemakaian atau
pengiriman.
b)
Pintu
refrigerator jangan terlalu sering dibuka (WHO menganjurkan maksimum 4 x
sehari)
c)
Vaksin harus
disimpan di refrigerator /freezer segera setelah diterima.
d)
Setiap
personil/staf yang bertanggung jawab terhadap penanganan vaksin harus
mengetahui cara penyimpanan yang benar.
e)
Refrigerator/freezer
hanya dipergunakan untuk penyimpanan vaksin saja.
f)
Proses defrost
harus dilakukan jika terjadi penumpukan es lebih dari 1 cm, dan selama proses
pendefrosan vaksin harus disimpan pada vaccine carrier box dan dimonitor
suhunya.
g)
Harus ditunjuk
seorang personil dan cadangan untuk bertanggung jawab terhadap penanganan
vaksin.
h)
Setiap
penyimpanan vaksin harus mempunyai alat pengukur suhu yang disertifikasi dan
dikalibrasi.
i)
Seluruh pengukur
suhu tersebut harus tersambung pada sistem alarm.
j)
Suhu harus
dicatat 3x sehari untuk memastikan suhu yang sesuai dengan persyaratan dan
setiap personil yang menangani vaksin harus mengetahui batas rendah &
tinggi suhu yang diisyaratkan.
k)
Setiap personil
tersebut harus mendapatkan training tentang pentingnya penanganan &
transportasi vaksin yang baik.
l)
Penyimpanan
vaksin harus memungkinkan aliran sirkulasi udara yang baik untuk setiap produk.
m)
Diluent harus
disimpan pada suhu kamar.
n)
Seluruh vaksin jerap
harus disimpan di tempat yang terhindar dari suhu beku dan kontak langsung
dengan es.
10.
Aspek yang Perlu
Diperhatikan dalam Handling Vaksin Secara Umum
a)
Vaksin harus
disimpan pada tempat khusus dengan suhu 2-8ºC.
b)
Pengeluaran
vaksin dari ruang penyimpanan harus memperhatikan tanggal kadaluarsa (FEFO,
First Expired First Out) dan urutan masuk vaksin (FIFO, First In First Out).
Jadi, vaksin yang memiliki tanggal kadaluarsa terdekat dikeluarkan lebih dulu.
c)
Waktu pengiriman
vaksin harus mampu dikelola dengan baik. Perhatikan pula jarak tempuh
pengiriman. Hal ini untuk menjamin ketepatan waktu pengiriman dan memperkecil
kemungkinan terjadi kerusakan vaksin selama perjalanan. Dengan kondisi
tersebut, diharapkan pula vaksin selalu dalam kondisi “fresh” saat akan
digunakan oleh peternak.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah
terjadinya penyakit tertentu.Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk
membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan
antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.Vaksin tidak
hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit
yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan
perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang
mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang
serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk
membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh
belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada reaksi yang ke-2,
ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi.
Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya
dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal
(imun) terhadap penyakit tersebut.
B.
Saran
Jika dalam penuilisan makalah ini terdapat
kekuarangn dan kesalahan, kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih
baik di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
G. Katzung Bertram. 2002. Farmakologi Dasar dan
Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
http://zonebiologikita.blogspot.com/2013/11/jenis-jenis-kekebalan-tubuh.html.
diakses pada tanggal 12 April 2015. 17.57 WIB.
https://www.facebook.com/dokterPiprim/posts/10203684335125377.
Diakses pada tanggal 12 April 2015. 18.03 WIB..
https://insurgentmeon.wordpress.com/2009/07/11/makalah-biologi-sistem-kekebalan-tubuh/.
Diakses pada tanggal 12 April 2015. 18.05 WIB.
http://octameyy.blogspot.com/2012/07/tugas-makalah.html.
Diakses pada tanggal 12 April 2015. 21.40 WIB.
http://wahyueddapratama.blogspot.com/2013/05/makalah-farmakologi-vaksin-dan-sera.html.
Diakses pada tanggal 12 April 2015. 21.40 WIB.
http://kadekdharmadyatmika.blogspot.com/2013/01/makalah-biologi-vaksin_30.html.
Diakses pada tanggal 12 April 2015. 21.41 WIB.
http://mcholieq.blogspot.com/2014/02/makalah-biokimia-sistem-imun-imunitas.html.
Diakses pada tanggal 12 April 2015. 21.39 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar